SEPUTARKUDUS.COM, KARANGROWO – Bangunan rumahnya berbentuk
joglo dengan bahan baku kayu. Atapnya juga terbuat dari kayu dengan ditumpangi
genting tanah liat. Sisi depan rumahnya nampak pohon beringin yang akarnya
terpotong rapi di depan rumah. Di dalam rumah, terlihat beberapa kursi berjajar
menghadap meja yang diantaranya berbahan marmer. Saat menjelang mahrib, bohlam
lampu warna putih tiba-tiba bersinar menyinari seluruh ruangan.
joglo dengan bahan baku kayu. Atapnya juga terbuat dari kayu dengan ditumpangi
genting tanah liat. Sisi depan rumahnya nampak pohon beringin yang akarnya
terpotong rapi di depan rumah. Di dalam rumah, terlihat beberapa kursi berjajar
menghadap meja yang diantaranya berbahan marmer. Saat menjelang mahrib, bohlam
lampu warna putih tiba-tiba bersinar menyinari seluruh ruangan.
Ruang tamu kediaman sesepuh Sedulur Sikep Dukuh Kaliyoso. Foto: Imam Arwindra |
Rumah joglo itu milik Wargono, sesepuh Sedulur
Sikep yang di Dukuh Kaliyoso, Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kudus.
Selain untuk tempat tinggal, menurut Wargono, rumah tersebut juga sekaligus
menjadi tempat belajar anak-anaknya ketika masih kecil dulu. “Anak-anak saya tidak ada yang sekolah. Tapi mereka tetap belajar di rumah,” ungkapnya
saat ditemui di kediamannya belum lama ini.
Sikep yang di Dukuh Kaliyoso, Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kudus.
Selain untuk tempat tinggal, menurut Wargono, rumah tersebut juga sekaligus
menjadi tempat belajar anak-anaknya ketika masih kecil dulu. “Anak-anak saya tidak ada yang sekolah. Tapi mereka tetap belajar di rumah,” ungkapnya
saat ditemui di kediamannya belum lama ini.
Wargono kini memiliki enam anak, 16 cucu dan tiga cicit. Keenam anaknya tersebut di antaranya Gunretno, Gunari, Gunondo, Gunarto, Gunawan dan Gunarlin.
Menurutnya, ketika masih kecil dulu mereka tidak sekolah, namun tetap belajar di rumah. Mereka diajari lima dasar menjalani kehidupan Sedulur Sikep,
yakni dilarang drengki, srei, dahwen, panasten dan kemeren.
Menurutnya, ketika masih kecil dulu mereka tidak sekolah, namun tetap belajar di rumah. Mereka diajari lima dasar menjalani kehidupan Sedulur Sikep,
yakni dilarang drengki, srei, dahwen, panasten dan kemeren.
Baca juga: Sedulur Sikep (2), Wargono: Tikus di Sawah Kok Dijaga
“Tur ogak keno bedok, colong, petil, jumput
dan nemu (dan tidak boleh merampok, mencuri, mengutil, mengambil milik orang
lain, bahkan sampai menemukan barang orang lain),” jelasnya.
Menurutnya, menempuh pendidikan ada maksud dan tujuan. Jika tujuannya menjadi mahasiswa, berarti harus bersekolah hingga kuliah. “Kanggo Sedulur Sikep, prinsipe seneng nyandang, doyan mangan
dilakoni toto gawutho, giyat macul seng gemunung entek e mukthi. Kudu rukun karo bojo, anak-anak, bapak ibu lan tanggo teparo,” tambahnya.
dilakoni toto gawutho, giyat macul seng gemunung entek e mukthi. Kudu rukun karo bojo, anak-anak, bapak ibu lan tanggo teparo,” tambahnya.
Kepada Seputarkudus.com, Wargono mengaku tidak mengajari anak-anaknya membaca dan menulis. Menurutnya, seiring berjalannya waktu mereka akan bisa
sendiri. Seperti contoh anak pertamanya, Gunretno. Sewaktu kecil sering diajari menimbang gabah hasil panen. Dia akhirnya mengerti dan paham hitungan kilogram. “Sekarang ya
tamunya Gunretno profesor-profesor,” tuturnya.
sendiri. Seperti contoh anak pertamanya, Gunretno. Sewaktu kecil sering diajari menimbang gabah hasil panen. Dia akhirnya mengerti dan paham hitungan kilogram. “Sekarang ya
tamunya Gunretno profesor-profesor,” tuturnya.
Baca Juga: Sedulur Sikep (1), Sejarah Keberadaan Penganut Samin Surosentiko di Dukuh Kaliyoso Undaan Kudus
Wargono menuturkan, dirinya menginginkan keturunannya untuk tidak meninggalkan
garapan sawah. Jika suka membeli pakaian dan doyan makan, harus
bekerja keras dengan menggarap sawah. Dia melarang anaknya
berdagang, karena akan menghilangkan ajaran Samin Surosentiko. “Semua
anak-anak Sedulur Sikep ingin menjadi petani. Tidak ada yang
lainnya,” terangnya.
garapan sawah. Jika suka membeli pakaian dan doyan makan, harus
bekerja keras dengan menggarap sawah. Dia melarang anaknya
berdagang, karena akan menghilangkan ajaran Samin Surosentiko. “Semua
anak-anak Sedulur Sikep ingin menjadi petani. Tidak ada yang
lainnya,” terangnya.