BETANEWS.ID, KUDUS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus bakal maksimalkan potensi ekonomi kreatif (ekraf) guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan industri pengolahan tak bisa lagi jadi tumpuan pertumbuhan ekonomi di Kota Kretek.
Industri pengolahan di Kudus saat ini mayoritasnya adalah Industri Hasil Tembakau (IHT). Yang mana industri tersebut mendapatkan tekanan cukup keras dari Pemerintah Pusat, baik melalui kenaikan harga cukai dan kebijakan penjualan.
Baca Juga: Bahas Ranperda Penyelenggaraan Kearsipan, Pansus 3 DPRD Soroti Minimnya Arsiparis di Kudus
Hal tersebut dipaparkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kudus saat mengikuti rapat bersama Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Kudus terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2030, Selasa (17/6/2025).
Kepala Bappeda Kudus, Sulistyowati mengatakan, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kudus pada tahun 2024 tercatat hanya sebesar 2,78 persen. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan daerah tetangga maupun rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang menyentuh kisaran 5 persen.
“Kondisi ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah daerah dalam menyusun strategi pembangunan ke depan,” ujar Sulis kepada awak media usai rapat.
Menurut Sulistyowati, lambatnya laju pertumbuhan ekonomi Kudus disebabkan oleh ketergantungan tinggi terhadap sektor industri pengolahan, khususnya Industri Hasil Tembakau (IHT) yang kini menghadapi tekanan regulasi dari pemerintah pusat.
“Selama ini ekonomi Kudus sangat bertumpu pada IHT. Namun, industri ini terus ditekan dengan aturan pusat yang semakin ketat. Akibatnya, daya dorongnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ikut melemah,” jelasnya.
Tak hanya itu, lanjut Sulis, faktor lain yang menghambat pertumbuhan ekonomi adalah minimnya investasi baru yang masuk ke wilayah Kudus, keterbatasan lahan menjadi faktor utama. Sebagai kabupaten dengan wilayah terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah hanya 445 kilometer persegi, Kudus sulit menarik investor yang membutuhkan area luas.
“Kita selalu kesusahan ketika ada investor yang minta untuk disediakan lahan 10 hektare atau lebih dalam satu bentangan dan tak terkena sawah, kan agak sulit. Jangankan investor baru, investor lama Kudus pun kesulitan mendapatkan lahan untuk mengembangkan usaha atau membangun pabrik baru, sehingga banyak yang membuka pabrik di kabupaten tetangga,” ungkapnya.
Menghadapi tantangan ini, Pemkab Kudus tengah mendorong pengembangan sektor ekonomi kreatif (ekraf) sebagai solusi alternatif. Sektor ini dinilai lebih fleksibel, tidak membutuhkan lahan luas, dan memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja, termasuk dari kalangan muda.
“Kita harus dorong model ekonomi baru yang tidak mengandalkan fisik bangunan besar. Ekraf ini salah satu yang potensial, karena bisa dilakukan dari rumah, berbasis digital, dan tetap berdampak pada ekonomi,” tuturnyam
Walaupun diakuinya hal itu agak berat. Menurutnya, meski ekraf itu banyak, tapi agak berat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Tetapi akan kita upayakan terus penguatan ekraf tersebut di Kudus. Meski agak berat, tetapi jika mampu menaikan pertumbuhan ekonomi satu persen saja di Kudus itu sangat berharga dibandingkan tiga persen di kabupaten/kota lain,” sebutnya.
Dari sisi regulasi, Pemkab juga tengah mengupayakan penyesuaian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Langkah ini dimaksudkan agar ada ruang lebih fleksibel dalam pemanfaatan lahan untuk sektor ekonomi non-pertanian.
“Pengajuan sudah kami lakukan agar luas LP2B dikurangi dari 25 ribu hektare menjadi 17 ribu hektare. Namun, sejauh ini yang disetujui pemerintah pusat baru turun ke angka 22 ribu hektare,” ungkapnya.
Tak hanya fokus pada sektor ekonomi, Sulistyowati juga memaparkan sejumlah indikator pembangunan lain yang menjadi perhatian dalam RPJMD, di antaranya angka kemiskinan yang masih berada di kisaran 7,5 persen. Hal ini menunjukkan perlunya kebijakan strategis yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
Baca Juga: Sopir Truk Bakal Gelar Aksi ODOL, Lumpuhkan Jalan Lingkar dengan Terjunkan 400 Armada
Menanggapi paparan tersebut, Anggota Pansus II DPRD Kudus, Rochim Sutopo, menekankan pentingnya penyusunan RPJMD yang sinkron dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Salah satu prioritasnya adalah penguatan ekonomi berbasis desa.
“Kalau desa-desa bisa bergerak dan berkembang, maka ekonomi kabupaten juga ikut terdongkrak. Pemerataan pembangunan mutlak diperlukan,” ujar Rochim.
Editor: Haikal Rosyada