BETANEWS.ID, PATI – Untuk kesekian kalinya, warga yang tergabung dalam Sukolilo Bangkit melakukan aksi unjuk rasa terkait dengan aktivitas penambangan illegal di wilayah Kecamatan Sukolilo. Kali ini, warga melakukan demo di depan Mapolresta Pati pada Senin (5/5/2025).
Pendemo menuntut, agar polisi bertindak cepat untuk menindak pelaku penambangan. Hal ini menurut mereka, sebelum kondisi alam semakin rusak parah.
Baca Juga: Respon Kondisi Ekonomi Nasional, Ketum PP Ansor Minta Kadernya Turun ke Desa-desa
Bahkan dalam aksi yang diikuti puluhan warga itu, mencuat adanya isu oknum polisi yang menjadi beking dari aktivitas penambanban illegal di wilayah Kecamatan Sukolilo tersebut.
“Memang ada oknum, salah satu oknum polisi yang ikut menggali, menambang, di wilayah Kecamatan Sukolilo,” ujar Slamet Riyanto, koordinator aksi.
Hal serupa juga disampaikan Jumadi. Warga yang ikut aksi demo itu menyebut, kalau isu yang lagi ramai, bahwa penambang memberikan atensi terhadap polisi.
“Ini sangat disayangkan kalau iya.Jangan sampai itu terjadi. Kasihan pak polisi kan, karena polisi melindungi dan pengayom,” imbuhnya.
Isu tersebut sebenarnya sebelumnya juga sempat muncul. Yakni ketika warga melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Pati belum lama ini. Ketika itu, ada salah satu warga yang melontarkan ucapan di hadapan peserta audiensi, bahwa ada oknum polisi yang menjadi beking tambang illegal.
Terkait isu yang mencuat itu, sejauh ini belum ada keterangan resmi dari Polresta Pati. Kasatreskrim AKP Heri Dwi Utomo yang sempat menemui warga tidak berkenan berkomentar.
Awak media juga sempat menunggu di depan kantor reskrim dan menghubunginya, namun ditunggu hampir sejam tidak ada menemui wartawan.
Diberitakan sebelumnya, Puluhan warga yang tergabung dalam aliansi Sukolilo Bangkit menggelar aksi di depan kantor Mapolresta Pati. Mereka meminta polisi menindak tegas adanya tambang ilegal di wilayah Pegunungan Kendeng.
Dengan mengendarai truk warga dari wilayah Sukolilo menggelar aksi di depan kantor Mapolresta Pati siang tadi. Mereka membawa spanduk yang berisikan agar tambang di Pegunungan Kendeng Pati ditutup.
Warga menggelar orasi hingga menyanyikan tembang di hadapan penjagaan polisi. Sebagian massa dipersilakan masuk ke Kantor Polresta Pati untuk menggelar audiensi. Audiensi berlangsung sekitar satu jam lamanya.
Koordinator aksi, Slamet Riyanto mengatakan kehadiran warga ini menindaklanjuti adanya surat laporan ke Polresta Pati terkait dengan keberadaan tambang ilegal di wilayah Pegunungan Kendeng.
“Kehadiran kami di Polresta Pati menindaklanjuti surat kita atas nama Sukolilo Bangkit dan warga korban pada tanggal 10 April 2025,” ujarnya.
Menurutnya hampir sebulan ini laporan warga belum ada tindakan dari petugas kepolisian. Tak ayal masyarakat lalu menggelar aksi di depan kantor Polresta Pati. Tujuannya untuk menanyakan tindakan yang telah dilakukan penegak hukum.
“Niat kita mau bertanya apakah sudah dilakukan selama ini terkait dengan kejahatan yang bertahun lamanya merusak penggunungan kita merusak bumi kita apa yang sudah dilakukan mereka,” ungkapnya.
Slamet mengaku akan menggelar aksi unjuk rasa lebih besar jika tuntutan warga tidak ditindaklanjuti.
“Bilamana hasil audiensi kami tidak ada tindaklanjut, kami akan bawa massa lebih banyak. Kita tidak akan pernah takut,” jelasnya.
Sementara, Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, Gunretno mengatakan ada 17 titik tambang di wilayah Pegunungan Kendeng yang tidak berizin. Hanya ada empat titik yang mengantongi izin.
“Kita sudah ke DPR, ESDM, polisi dan instansi terkait ketika dulur Kendeng menyampaikan ada 17 titik tambang tidak berizin di Kecamatan Sukolilo dan Kayen dari ESDM ada empat yang berizin,” jelasnya.
Baca Juga: Ratusan Siswa SMAN 1 Kayen Gelar Aksi Bersih Sungai hingga Tabur Benih Ikan
“Itu diketahui oleh polisi,” dia melanjutkan.
Menurutnya keberadaan tambang ini merupakan kejahatan lingkungan. Karena berdampak pada kerusakan lingkungan hingga bencana alam setiap tahun. Maka tokoh sedulur Sikep ini meminta kepada kepolisian untuk menutup tambang di Pegunungan Kendeng.
Editor: Haikal Rosyada