BETANEWS.ID, KUDUS – Di sebuah rumah sederhana di Desa Kandangmas, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Saidatun (60) terlihat sibuk membungkus jajanan tradisional entho-entho. Ia dibantu beberapa karyawannya yang sigap menyelesaikan pesanan pelanggan. Setelah semua siap, para pelanggan kemudian berdatangan mengambil makanan tradisional tersebut.
Saidatun yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, sudi berbagi cerita tentang usahanya itu. Ddi balik kesuksesannya saat ini, perjalanan Saidatun ternyata penuh lika-liku, dimulai dari masa sulit akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
āSebelum membuka usaha ini tahun 2007, awalnya saya kerja di pabrik. Setelah pabriknya bangkrut, saya coba iseng membuat entho-entho. Saya bagikan ke teman-teman kerja dan masyarakat sekitar, ternyata mereka suka,ā kenang Saidatun saat ditenyi di rumahnya beberapa waktu lalu.
Baca juga: Kue Gandos di GOR Kudus Ini Sudah Berjalan 3 Generasi, Resepnya Masih Otentik
Berbekal kreativitas dan semangat untuk bangkit, Saidatun mulai merintis usaha entho-entho. Awalnya hanya coba-coba, namun rasa dan keunikannya ternyata berhasil menarik perhatian banyak orang. Jajanan tradisional berbahan dasar jagung, tepung, kelapa, gula pasir, dan kapur sirih yang dibungkus daun pisang itu ternyata laris manis di pasaran.
Sejak pertama kali dijual pada 2007, entho-entho buatan Saidatun tak hanya digemari masyarakat biasa, tetapi juga menarik perhatian tokoh penting dan berbagai instansi. Bahkan, Bupati Kudus dan beberapa hotel serta gereja kerap memesan jajanan tradisional ini.
Dalam sebulan, omzet Saidatun mencapai angka yang cukup mengesankan. Pada musim kemarau, ia memproduksi 30 hingga 40 kilogram adonan dengan omzet sekitar Rp10 juta. Namun, saat musim hujan, permintaan meningkat drastis hingga produksi mencapai 100 kilogram adonan, dengan omzet mencapai Rp20 juta.
āRamainha itu pas musim hujan, produksi saya bisa mencapai 100 kilogram. Dari produksi itu omzetnya sekitar Rp20 juta per bulan,ā ungkapnya.
Meski begitu, usaha tersebut juga tak luput dari tantangan, khususnya dalam penyediaan daun pisang. Saat musim kemarau, daun pisang yang menjadi bahan utama pembungkus sulit ditemukan, sehingga ada habatan pada proses produksinya.
Baca juga: Tahu Bakso Daging Kerbau di Loram Kulon Kudus Ini Sehari Laku Ratusan Biji
Untuk memenuhi tingginya permintaan, Saidatun mempekerjakan hingga tujuh orang karyawan saat musim hujan dan empat orang saat musim kemarau. Dengan usaha tersebut, ia tidak hanya mencari keuntungan, tetapi juga membantu masyarakat sekitar mendapatkan pekerjaan.
Harapan Saidatun sederhana, ia ingin usahanya terus bertahan dan berkembang. Ia juga bermimpi usahanya itu bisa diwariskan kepada anak-cucunya sebagai bentuk pelestarian kuliner tradisional khas Kudus.
Penulis: Vita Verliana, Mahasiswa Magang PBSI UMK
Editor: Ahmad Rosyidi