BETANEWS.ID, KUDUS – Masalah sekolah rusak di Kabupaten Kudus seperti tak kunjung teratasi. Bahkan, tiap tahun jumlahnya mencapai ratusan sekolah. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kudus, 2024 ini terdapat 115 sekolah rusak yang diperbaiki. Sedangkan tahun depan sudah ada 200-an sekolah yang mengantre.
Kepala Disdikpora Kudus, Harjuna Widada mengatakan, sekolah rusak memang menjadi pekerjaan rumah (PR) yang susah diselesaikan. Hal tersebut, dikarenakan keterbatasan anggaran.
“Jumlah sekolah rusak di Kudus semakin banyak tiap tahunnya. Lha setiap sekolah hanya dapat alokasi Rp200 juta tiap tahunnya, itu pun kalau dikasih semua dengan jumlah sekolah yang rusak, tapi kayaknya tidak mungkin,” ujar Harjuna di SD Ngembalrejo, Kecamatan Bae, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Tahun Depan Pemkab Kudus Punya PR Perbaiki 200 Sekolah Rusak
Dia mengungkapkan, alokasi anggaran Rp200 juta itu hanya cukup untuk perbaikan dua ruang kelas saja. Sehingga, perbaikan sekolah rusak pun dilakukan bertahap, menyesuaikan anggaran yang ada.
“Misal tahun ini sekolah rusak dapat Rp200 juta maka yang diperbaiki dua ruang kelas saja. Tahun depan mengajukan lagi untuk ruang kelas lainnya, begitu terus. Gimana mau selesai dan sekolah rusak di Kudus teratasi,” bebernya.
Harjuna mengatakan, kalau ingin sekolah rusak di Kudus teratasi harus ada penambahan alokasi anggaran. Kalau satu sekolah rusak diberi anggaran Rp1 miliar pasti bisa terselesaikan.
“Coba sekolah yang rusak diberi anggaran langsung Rp1 miliar, pasti bisa mengatasi sekolah rusak di Kudus,” tandasnya.
Baca juga: Sidak Sekolah Rusak, Ketua DPRD Kudus: ‘Bukti Buruknya Kinerja OPD Terkait’
Banyaknya sekolah rusak di Kudus tiap tahunnya memang jadi sorotan semua pihak, tak terkecuali Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kudus. Bahkan, pimpinan dewan pernah menyidak langsung sekolah rusak di Kudus.
Ketua DPRD Kudus, Masan mengatakan, masih banyaknya sekolah di Kota Kretek menunjukkan lemahnya perencanaan prioritas oleh Organisasi Perangkat daerah (OPD) terkait. Ia juga menyoroti, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan tidak berbasis kebutuhan mendesak.
“Sekolah-sekolah yang masih dalam kondisi baik malah mendapatkan bantuan. Sementara yang rusak parah seperti SD 2 Ngembalrejo ini dibiarkan,” ujar Masan.
Masan juga mengkritik pola penganggaran yang dinilainya tidak sesuai prioritas. Ia berharap pihak eksekutif lebih proaktif dalam mengidentifikasi sekolah-sekolah dengan kerusakan berat, sehingga dapat segera diusulkan melalui DAK.
“Jangan hanya mengandalkan pokok-pokok pikiran DPRD, yang biasanya fokus pada wilayah masing-masing. Harus ada data konkret dari dinas tentang mana sekolah yang harus segera diperbaiki,” tegasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin