BETANEWS.ID, PATI – Puluhan kotak yang merupakan tempat pembudidaya lebah tampak berjajar di hampir sebagian besar samping maupun depan rumah-rumah warga di Desa Sampok, Kecamatan Gunungwungkal, Pati.
Desa yang berada di Lereng Pegunungan Muria ini, sebagian besar masyarakatnya merupakan pembudidaya lebah. Wilayah ini, juga terkenal dengan sentra penghasil madu.
Kepala Desa Sampok, Warsito, mengatakan, jumlah warga yang saat ini masih menekuni budi daya lebah berkisar 100 lebih. Jumlah itu, disebutnya memang mengalami penyusutan dibanding sebelum pandemi Covid-19 lalu.
Baca juga: Anggota TNI di Pati Ini Pilih Jual Madu untuk Cari Tambahan Penghasilan
“Sekarang memang jumlahnya agak berkurang karena adanya peristiwa Covid. Tapi yang masih bertahan juga banyak, kalau sekarang ya lebih dari 100,” ujar Warsito, Sabtu (28/12/2024).
Dari jumlah tersebut, katanya, rata-rata setiap orangnya minimal punya 200 kotak tempat budi daya lebah. Kemudian, jika dihitung secara rata-rata, dari 200 kotak bisa menghasilkan hingga 12 ton madu setiap tahunnya.
Sementara untuk harga madu, menurutnya fluktuatif dan bervariasi serta tergantung jenis madu. Ia menyebut, untuk penentuan harga madu berdasarkan kesepakatan dari Asosiasi Perlebahan Indonesia.
Baca juga: Terkenal Murah dan 100 Persen Madu Murni, Toko Madu Muria Punya Pelanggan hingga Papua
Untuk saat ini, harga madu jenis akasia kaga di kisaran Rp45 ribu hingga Rp50 ribu per kilogramnya. Sedangkan untuk madu jenis randu dan rambutan, berada di kisaran Rp60 ribu sampai Rp65 ribu per kilogram.
“Namun sekali lagi, harga itu sewaktu-waktu bisa berubah ya. Artinya, harga tidak pasti segitu terus,” ungkapnya.
Editor: Ahmad Muhlisin