BETANEWS.ID, KUDUS – Di balik kelezatan setiap suapan rujak Ganden (33), tersimpan kisah panjang tentang perjuangan hidup yang penuh lika-liku. Perjalanannya dalam dunia kuliner dimulai sejak usia dini.
Ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah sering membantu kakaknya berjualan rujak. Dari pengalaman itu, kecintaan dengan makanan tersebut semakin tumbuh dan menekuni pekerjaan sebagai penjual rujak hingga dewasa.
“Dari kecil memang suka rujak, sering bantu kakak jualan, akhirnya malah keterusan sampai sekarang,” kata warga Jakarta itu sambil tersenyum, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Gonta-Ganti Jualan, Akhirnya Ali Mulai Temukan Kesuksesan di Crepes
Namun, perjalanan menuju kesuksesan tidaklah mudah. Selama sepuluh tahun, Ganden menjalani hidup sebagai penjual rujak keliling di Jakarta. Dengan gerobaknya, ia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, membawa rujak yang ia racik sendiri dengan penuh cinta.
Sayangnya, nasib tidak selalu berpihak. Gerobaknya pernah dirazia oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), menghancurkan semua yang telah ia bangun. Semua barang dagangannya disita yang membuat Ganden sempat terpuruk.
Namun, bukannya menyerah, Ganden memilih untuk bangkit. Ia memutuskan untuk merantau ke Kudus, mencoba peruntungan baru di Kota Kretek pada 2018.
“Saya tidak mau menyerah. Walau berat, saya coba mulai lagi dari nol,” ujarnya.
Sejak tahun itu, Ganden mulai berjualan rujak di Jalan Sosrokartono, Desa Panjang, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus. Semua ia lakukan sendiri, dari membeli buah segar di pasar hingga meracik bumbu yang menjadi kunci kelezatan rujaknya.
Baca juga: Hasilnya Menggiurkan, Lulusan S1 Ini Tak Masalah Cari Duit dari Magot
Setiap hari, Ganden berjualan mulai pukul 8.30 WIB hingga 18.00 WIB. Ia selalu bersemangat melayani pembeli yang mendatangi gerobak sederhananya itu. Ganden menjual rujaknya dengan harga Rp10 ribu per porsi.
“Saya hanya ingin terus bekerja selama masih bisa. Karena saya senang jualan rujak, ya, akan saya tekuni pekerjaan ini,” tambahnya.
Penulis: Rizki Indriani, Mahasiswa Magang PBSI UMK
Editor: Ahmad Rosyidi
