BETANEWS.ID, PATI – Pagelaran kesenian dan kebudayaan yang bertajuk Festival Muria Raya ke-4 di Desa Jepalo, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, berlangsung selama sepekan pada 8-15 September 2024. Beragam kesenian ditampilkan, mulai dari pameran seni rupa hingga berbagai pertunjukan yang mengangkat Gamelan Total Kaca (Gatotkaca).
Pada puncak acara, Minggu (15/9/2024), panitia mengarak Gatotkaca bersama para seniman yang tergabung dalam Komunitas Lima Gunung. Sejumlah gamelan yang terbuat dari limbah kaca dibopong beberapa orang kemudian dibawa keliling permukiman.
Sesampainya di depan panggung utama Festival Muria Raya, gamelan total kaca pun dijamasi atau didoakan. Sejumlah tokoh yang turut serta menyukseskan acara ini membasuh gamelan kaca dengan air kendi.
Baca juga: Ragam Kesenian Ditampilkan pada Festival Muria Raya di Jepalo Pati
Prosesi sakral tersebut berjalan dengan meriah sekaligus khidmat. Para pengrawit atau pemain musik gamelan pun diresmikan di malam puncak Festival Muria Raya ke-4.
”Malam ini, kita menjadi saksi Gemelean total kaca lehir di Dukuh Dombyang di Festival Muria Raya ke 4. Sekaligus munculnya Nyai Murbeng Lungit sebagai pengrawit. Nama ini mempunyai arti Ibu pembawa amanah. Semoga membawa kebaikan kepada semesta raya ini,” kata Ketua Pelaksana Festival Muria Raya ke-4, Adid Rafael Aris Husaini.
Usai kata sambutan singkat itu, sejumlah pertunjukan bergantian tampil, mulai pertunjukan kesenian khas Pati Gong Cik dan Terbang Jawa, lantunan gamelan kaca dari Nyai Murbeng Lungit, siswa-siswi SMPN 1 Gunungwungkal dan Song Meri.
Kemudian acara dilanjutkan dengan pertunjukan Sanggar Saujana, Sanggar Andhong Jinawi, Sanggar Dhom Sunthil dan Padepokan Wargo Budoyo. Mereka estafet pamer produk kesenian masing-masing.
Usai berbagai pertunjukan, Adid menyebut, gamelan total kaca ini merupakan yang pertama di dunia. Pihaknya pun saat ini dalam proses pengajuan agar masuk MURI.
”Iya, tapi sebetulnya itu hadiah (bila mendapatkan rekor MURI). Hadiah saja untuk warga yang sudah bergotong royong dan para seniman yang kerja bareng di sini,” ungkapnya.
Baca juga: Meriahnya Tradisi Kirab Air Salamun di Jepang Kudus saat Rabu Wekasan
Menurutnya, tanpa gotong royong para warga dan seniman, gelaran kesenian dan kebudayaan ini tak bakal terwujud. Sebab, pihaknya butuh berbulan-bulan untuk membuat gamelan total kaca dan menghadirkan sejumlah seniman sebagai mentor.
”Kalau tidak ada gotong royong tidak akan seperti ini. Bahannya juga merupakan limbah sisa dari bahan renovasi rumah warga,” pungkasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin