BETANEWS.ID, DEMAK – Kabupaten Demak memiliki cara unik dalam menyambut Hari Raya IdulAdha. Tradisi itu dikenal dengan nama Grebeg Besar, suatu adat penyucian benda pusaka milik Sunan Kalijaga oleh ahli warisnya.
Secara turun temurun, acara ini diselenggarakan setiap 10 Dzulhijjah, setelah salat Iduladha di Masjid Agung Demak. Pada perayaan itu, juga dipertunjukkan berbagai kesenian dan kebudayaan masyarakat setempat. Namun, bagaimana awal sejarah adanya Grebeg Besar itu berada?
Menurut Kepala UPTD Museum Glagah Wangi, Ahmad Widodo, Grebeg Besar berasal dari kata Grebeg yang artinya ramai, dan Besar bermakna bulan Dzulhijjah. Sehingga Grebeg Besar memiliki maksud perkumpulan masyarakat yang ramai merayakan Iduladha.
Baca juga: Masyarakat Tumpah Ruah Saksikan Grebeg Besar Demak
“Grebeg Besar itu sebuah pesta masyarakat, di mana zaman kerajaan mereka datang ke kota untuk menerima pemberian sedekah kurban dari Sultan,” katanya, Jumat (9/6/2023).
Sebelum memasuki hari kurban, lanjut Widodo, masyarakat biasanya berkumpul waktu malam hari di dekat Masjid Agung Demak. Hal ini juga diibaratkan dengan bermalam di padang mahsyar saat melakukan haji di Arab Saudi.
“Ada istilah bermalam di alun-alun itu juga seperti mengikuti ibadah haji di Arab. Apalagi mengelilingi alun-alun tujuh kali, itu sama saja dengan melakukan tawaf di Kakbah,” imbuhnya.
Baca juga: Rekor Muri Tercipta di Grebeg Besar Demak
Pagi hari setelah dilaksanakan salat Iduladha, pada masa Sunan Kalijaga dilanjutkan dengan pencucian pusaka atau penjamasan. Kemudian banyak dari masyarakat yang ingin meminta berkat dari Walisongo tersebut.
“Dua kegiatan itu, kemudian disatukan menjadi serangkaian acara Grebeg Besar. Perpaduan acara Masjid Agung, Pendopo, dan Kadilangu yang berasal dari keramaian pasar rakyat menjadi objek wisata,” pungkasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin
