“Tuhan Tak Pernah Salah” adalah salah satu judul buku Sulis Bambang, penulis di Kota Semarang. Buku tersebut adalah karya nonfiksi yang ditulis dari kisah nyata yang dialami Sulis menyangkut anak bungsunya, Reza.
Reza lahir prematur dan mengidap cerebral palsy, kelainan yang menyebabkan gangguan motorik dan pertumbuhan fisik. Kelainan ini juga berakibat pada gangguan kecerdasan pengidapnya.
Pada salah satu agenda peringatan 14 tahun berdirinya Pesantren dan Rumah Kebudayaan Surau Kami, Kamis, 16/3/2023, buku Sulis ini dibincangkan dengan menghadirkan beberapa penanggap. Mereka adalah Saraswati Sunindyo, pekerja seni yang tinggal di Seatle, AS, dan Genitri Sunindyo, dari Ciganjur, Jakarta. Selain dihadiri langsung oleh Sulis sendiri, Reza juga turut menemani sang ibu.
“Tuhan Tak Pernah Salah” diterbitkan Gigih Pustaka Mandiri dengan melibatkan Budi Maryono sebagai penyunting. Buku ini kali pertama dicetak pada Juli 2022. Sementara ilustrasi sampul digarap Arism Pati, dengan desain sampul dan tata letak isi oleh Onside.
Budi yang ikut hadir, menilai tulisan Sulis tersebut pekat dengan emosional. Menurut Budi, awalnya Sulis tidak bisa menerima ketentuan Tuhan yang diberikan ke anaknya. Namun dalam perjalanannya, Sulis mampu berdamai dengan kondisi dan menerima kondisi anaknya sebagai sesuatu yang justru baik.
Baca juga: Babahe Luncurkan Buku Bapak Pucung Gaul, Macapat Berbahasa Indonesia
“Kalau Sulis menulisnya pada saat itu, pasti akan berdarah-darah dan hujan air mata. Namun kemudian Sulis telah selesai atas persoalan Tuhan tadi,” jelas Budi.
Sulis dalam bincang buku tersebut berkisah ketika ditegur temannya yang mendapati dirinya diam saja, melihat anaknya kesulitan saat akan naik ke dalam mobil. Sulis pun menjawabnya jika dia lebih tau kondisi anaknya.
“Kamu kan baru lihat sekarang. Saya sudah tiga puluh tahun. Air mata saya sudah habis,” kenang Sulis.
Kisah Sulis tentang anaknya, sekaligus dirinya dan keluarganya tersebut memang menguras emosi pembaca. Namun Sulis dengan kepiawaiannya tidak sedang semata-mata melibatkan pembaca dalam kesedihan dan kemarahannya. Tulisan Sulis sekaligus menjadi edukasi bagi pembaca. Selain pengetahuan cerebral palsy, Sulis juga menggugah kesadaran sosial tentang bagaimana menyikapi keadaan orang berkebutuhan khusus seperti Reza.
Reza, lulusan S1 University of Canberra dan S2 Flinders University Australia, menyatakan tidak sepakat dengan penyematan istilah normal dan tidak normal pada orang dengan atau tanpa kebutuhan khusus.
Baca juga: Basri Yusuf Luncurkan Buku Pembinaan Badminton Berbasis Sport Science
“Setiap manusia diciptakan dengan kemampuan dan tujuannya sendiri-sendiri. Dan kita harus bisa menyesuaikan diri dengan orang lain,” tukas Reza.
Guspar, pendiri dan pemilik Surau Kami mengaku mengagumi sosok Sulis, yang mendirikan Bengkel Sastra. Menurutnya, kisah dalam buku Sulis ini dapat dijadikan pelajaran berharga.
“Saya berharap para santri di sini dapat mengambil pelajaran,” tutur Guspar.
Sementara itu, Ketua Dewan Kesenian Semarang (Dekase), Adhitia Armitrianto berharap agar anak muda dapat mempunyai greget dan kemauan untuk menulis.
“Dalam konteks literasi, semangat Bu Sulis yang sudah sepuh ini sepatutnya ditiru oleh generasi muda. Tidak hanya fiksi, Bu Sulis juga menulis tentang pengalaman hidupnya. Budaya menulis ini seharusnya dicontoh anak muda,” ungkap Adhit.
Editor: Suwoko