BETANEWS.ID, PATI – Dalam rangka memperingati HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia, Sedulur Sikep yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunugan Kendeng (JMPPK) dan warga menggelar Upacara Rakyat di Bukit Alang-Alangan Gunung Kendeng, Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.
Upacara yang dillaksanakan JMPPK dan warga itu rangkaiannya sama dengan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan. Yang membedakan, mereka mengenakan pakaian keseharian. Serta rangakaian acaranya dibaca dengan menggunakan bahasa Jawa.
Selain itu, upacara yang dilaksanakan JMPPK dan para lapisan masyarakat di Kendeng itu pengibaran bendera merah putihnya tidak menggunakan tali, tapi dipanjat. Kemudian bendara dikibarkan pada tiang bambu sebesar paha orang dewasa.
Baca juga: Mengenal ‘Samin’ Sedulur Sikep, Beragama Adam dan Muncul untuk Melawan Penjajah (1/6)
Meski terlihat sederhana, jumlah peserta yang ikut Upacara Rakyat tersebut ada ratusan orang. Terdiri dari peserta barisan advokasi, pengibar bendera, barisan punden, barisan generasi penerus, barisan pedagang, barisan buruh, barisan kehutanan, barisan peternak, barisan pertanian, barisan Rembang, barisan Blora, Barisan Grobogan, serta barisan Pati.
Pada upacara tersebut juga ada inspektur dan pemimpin upacaranya. Meski para peserta adalah orang desa tapi upacara itu terlihat lebih khidmat mengikuti rangkaian upacara. Bahkan para peserta sampai meneteskan air mata saat menyanyikan Lagu Indonesia Raya, sebagai pengiring pengibaran bendera merah putih.
Pemimpin upacara sekaligus Ketua JMPPK Gunretno mengatakan, meski upacara ala rakyat jelata, tapi upacara menurutnya itu bukan sekedar seremonial saja. Upacara itu memiliki makna kemerdekaan harus tetap dijaga dan terus diperjuangkan agar bisa merdeka 100 persen.
“Selama ini kemerdekaan belum bisa dirasakan 100 persen. Masih banyak rakyat yang sengsara serta petani yang kehilangan lahannya karena kesewenang-wenangan kebijakan pemerintah,” ujar Gunretno.
Selain itu, lanjutnya, upacara kemerdekaan ini sebagai momen mengingat jasa para pahlawan yang gugur bela bangsa. Sebab pada zaman sekarang, banyak orang yang seolah melupakan jasa para pahlawan.
“Sedulur Kendeng selalu bertekat meneruskan perjuangan para pahlawan. Berguna bagi masyarakat lain dan memperjuangkan hak-hak para petani yang makin tergilas oleh kebijakan pemerintah yang lebih memihak ke investasi dan tambang,” bebernya.
Baca juga: Sejarah dan Persebaran Sedulur Sikep, Muncul di Blora, Menyebar Hingga ke Pati dan Kudus (2/6)
Pada momentum tersebut, Gunretno secara khusus berpesan kepada para pejabat, yang notabene adalah para pelayan masyarakat. Bahwa masyarakat terutama Sedulur Sikep yang berprofesi sebagai petani itu bukan musuh pemerintah. Sedulur Sikep siap diajak rembukan untuk menata bangsa.
“Selama ini kami itu dipandang miring oleh pemerintah. Padahal sebagai petani kamilah ujung tombak ketahanan pangan nasional. Kami pun siap diajak rembukan menata bangsa, agar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia benar-benar bisa dirasakan, termasuk untuk para petani,” pungkasnya.
Editor: Kholistiono