BETANEWS.ID, SEMARANG – Bagi pecinta sejarah, sebagian besar sudah familiar dengan Reservoir Siranda yang berada di Jalan Siranda Kota Semarang. Di tempat tersebut terdapat jejak perjuangan dr Kariadi yang memicu pertempuran dahsyat mengusir Jepang yang dikenal dengan Pertempuran Lima Hari Semarang.
Sejarawan Semarang, Jongkie Tio mengatakan, perang lima hari di Kota Semarang pecah pada 14 Oktober hingga 19 Oktober 1945. Perang itu disebabkan dr Kariadi ditembak oleh tentara Jepang ketika hendak memeriksa air yang ada di Reservoir Siranda.
Baca juga: Inilah Sejarah Berdirinya Kecap THG, Kecap Manis yang Melekat di Lidah Orang Kudus (1)
Dr Kariadi ingin memeriksa air yang ada di Reservoir Siranda karena sebelumnya terdapat kabar jika Jepang telah meracuni air yang ada di Reservoir Siranda. Kabar tentang tandon air itu diracun Jepang, terdengar oleh para pemuda Semarang yang tengah mengadakan rapat di rumah Sakit Purusara (sekarang RSUP dr Kariadi).
Mendengar hal itu, membuat dr Kariadi bergerak cepat untuk memerikas kebenaran informasi tersebut hingga akhirnya dr Kariadi ditembak oleh tentara Jepang, ketika sedang dalam perjalanan.
“Saat tiba di Jalan Pandanaran dr Kariadi dicegat oleh pasukan Jepang dan akhirnya dia ditembak mati di tempat tersebut,” jelasnya kepada Betanews.id, Jumat (05/03/2021).
Kabar tewasnya dr Kariadi memicu kemarahan pemuda Semarang. Hingga akhirnya pertempuran dahsyat terjadi selama lima hari berturut-turut di sejumlah tempat tak terhindarkan.
Baca juga: Sedulur Sikep (1), Sejarah Keberadaan Penganut Samin Surosentiko di Dukuh Kaliyoso Undaan Kudus
Sebelumnya, sebelum berangkat ke Reservoir Siranda istri dr Kariadi, Soenarti sudah mencegahnya untuk pergi mengingat saat itu keadaan sedang memanas. Namun, dr Kariadi tetap teguh mencari kebenaran informasi tersebut karena membahayakan banyak orang.
“Saat itu kondisinya memang sedang genting, namun dr Kariadi tetap berangkat karena menyangkut ribuan nyawa orang di Kota Semarang,” ujarnya.
Dr Kariadi memaksa diri berangkat ke Reservoir Siranda
Akhirnya, dr Kariadi berangkat menuju Reservoir Siranda menggunakan mobil didampingi dengan tentara pelajar sebagai sopirnya. Benar saja, belum sampai tujuan, dr Kariadi sudah dihadang dan dihabisi nyawanya oleh tentara Jepang.
Sebenarnya dr Kariadi sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan.
Berita gugurnya dr Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana.
Baca juga: Belum Ada Sumber Sejarah Wafatnya Sunan Kudus, Tradisi Buka Luwur Tak Dinamai Haul
Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di berbagai penjuru Kota Semarang.
“Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban 2.000 pejuang Indonesia dan 850 orang Jepang,” imbuhnya.
Editor: Suwoko