BETANEWS.ID, KUDUS – Di sebuah rumah yang berada di RT 01 RW 02, Desa Gribig, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, terlihat beberapa pria sedang sibuk. Mereka tampak berbagi tugas. Ada yang membuat pola pada kulit bahan sepatu, untuk kemudian dipotong dan dijahit. Selanjutnya ada satu orang lagi yang tampak memasang bagian sol sepatu. Di sela – sela itu, seorang pria datang untuk mengambil sepatu pesanannya. Tempat tersebut yakni home industri pembuatan sepatu kulit yang sudah puluhan tahun ada hingga sampai sekarang.
Arief Budiman (42) selaku pemilik usaha tersebut mengungkapkan, usaha pembuatan sepatu dan sandal berbahan kulit sapi itu dirintis mendiang ayahnya pada tahun 1976, dan diberi nama Sinta Shoes. Hingga pada 2005, dia ikut terjun mengikuti jejak sang ayah menjadi perajin sepatu kulit, sekaligus menjadi penerusnya hingga sekarang. Menurutnya, sejak awal dirintis ayahnya, sepatu dan sandal produk Sinta Shoes dipasarkan dari mulut ke mulut dan satu toko.
“Saya memang masih mengandalkan pemasaran warisan orang tua yakni dari mulut ke mulut dan satu toko. Saya percaya aneka produk Sinta Shoes tetap laris. Karena kami itu menawarkan kualitas produk. Keunggulan produk buatan kami itu lebih kuat dan awet,” jelas pria yang akrab disapa Arief kepada betanews.id
Dia mengatakan, selama ini belum pernah memasarkan sepatu dan sandal hasil karyanya lewat media sosial. Menurutnya, kalau dari mulut ke mulut para calon pembeli itu setidaknya sudah mendapat informasi tentang produk Sinta Shoes. Sedangkan kalau calon pembeli datang ke toko, mereka bisa lihat langsung model dan bisa cek bahannya. Untuk kenyamanan, lanjutnya, calon pembeli juga boleh mencoba dulu aneka produk dari Sinta Shoes.
Pria yang sudah dikaruniai dua anak itu mengungkapkan, bahan yang digunakan untuk membuat sepatu dan sandal, yakni kulit sapi kualitas terbaik yang didatangkan dari Magetan. Sedangkan solnya dikirim dari Semarang. selama ini aneka produk Sinta Shoes diminati banyak orang. Tidak hanya warga Kudus saja melainkan luar daerah juga. Antara lain, Grobogan, Jepara, Demak, Pemalang, hingga luar Jawa yakni beberapa kota di Pulau Sumatera.
“Kebanyakan yang kami produksi itu sudah pesanan para pelanggan. Dalam sebulan, saya bersama sebelas pekerja bisa memproduksi 250 pasang sepatu dan 200 pasang sandal. Dari jumlah tersebut, saya bisa mendapatkan omzet Rp 60 juta sebulan saat ramai, dan Rp 40 juta sebulan, saat sepi,” urai Arief.
Editor : Kholistiono