SEPUTARKUDUS.COM, MEGAWON – Di tepi utara Jalan Mejobo Desa Megawon, Kecamatan Jati, Kudus tampak sebuah meja dipenuhi botol berisi air putih pekat. Di samping meja tersebut terlihat seorang pria sedang melayani seorang pembeli. Pria tersebut bernama Siran (41) penjual legen dan buah lontar atau lazim disebut siwalan, di Kudus. Sebelum berjualan di Kota Kretek, dia berjualan keliling di seluruh kota besar di pulau Jawa.

Seusai melayani pembeli, Siran sudi berbagi kisah kepada Seputarkudus.com tentang usahanya tersebut. Dia mengungkapkan, mulai berjualan siwalan sejak tahun 1996, mulai tahun tersebut dirinya berkeliling seluruh kota besar di Pulau Jawa. Di antaranya, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya, Malang, Sidoharjo, Banyuwangi dan masih banyak lagi yang lainnya.
“Pokoknya seluruh kota-kota besar di Pulau Jawa sudah aku singgahi untuk berjualan siwalan dan legen. Namun penjualan di beberapa kota besar tersebut tak sesuai harapanku. Hingga pada tahun 2004 aku memutuskan berjualan di Kudus. Dan Alhamdulillah bisa bertahan hingga sekarang,” ujarnya.
Pria yang berasal dari Tuban Jawa Timur tersebut mengungkapkan, betah berjualan di Kudus karena daya beli masyarakat Kudus lumayan tinggi terhadap buah lontar maupun legen, dibanding daerah sebelumnya. Selain itu, tuturnya, faktor jarak juga menjadi pertimbangan untuk memilih berjualan. Karena kalau terlalu jauh, ongkos pengiriman juga mahal dan tentu akan mempengaruhi keuntungan. Bahkan terkadang tidak untung alias rugi.
Oleh sebab itu, dia mengaku, sejak berjualan di Kudus tidak ingin pindah ke daerah lain. Bahkan saat ini, kata dia, anak dan istrinya juga sudah diajak hidup di Kudus dengan mengontrak sebuah rumah. Menurutnya, selain daya beli masyarakat yang tinggi, jarak Kudus dan Tuban hanya dipisahkan dua kabupaten saja, yakni Pati dan Rembang.
“Jadi ongkosnya masih sangat terjangkau dan saat aku kalkulasi, masih ada sisa. Karena itulah aku berjualan siwalan dan legen bertahan hingga belasan tahun dan tak berniat pindah ke daerah lain. Andai tidak menguntungkan, kenapa juga aku bertahan di kota ini,” ujarnya.
Pria yang baru dikaruniai satu anak tersebut menuturkan, sebenarnya selain berjualan siwalan dan legen dirinya juga punya pekerjaan lain yakni menjadi tukang ojek di sekitar Masjid Menara Kudus. Namun, karena saat Ramadan para peziarah sepi bahkan terbilang tidak ada, dia kemudian fokus ikut berjualan.
“Biasanya selain bulan puasa aku itu ngojek di Masjid Menara Kudus, dan untuk penjualan siwalan dan legen aku pasrahkan kepada para pekerjaku yang aku gaji harian. Alhamdulillah sejak berjualan siwalan dan legen di Kudus, kini aku malah punya dua penghasilan, yakni berjualan legen dan siwalan serta menjadi tukang ojek di area wisata Masjid Menara Kudus,” ujarnya.