SEPUTARKUDUS.COM, BAKALAN KRAPYAK – Di sebuah rumah yang berada di RT 2, RW 4, Desa Bakalan Krapyak, Kecamatan Kaliwungu, Kudus tampak beberapa lemari etalase kaca yang berisi pakaian. Di sampingnya tampak seorang perempuan mengenakan jilbab warna hitam sedang melayani calon pembeli. Perempua tersebut bernama Kurniati Setyaningsih (43), pemilik Ghaida Collection yang menurutnya dia seorang pebisnis, bukan pengusaha.
Seusai melayani pelanggan, perempuan yang akrab disapa Nia itu sudi memberi penjelasan kepada Seputarkudus.com tentang klaimnya tersebut. Dia mengungkapkan, merintis usaha di bidang fesyen sejak tahun 2010. Saat tu dirinya memproduksi mukena, sarung instan, kaus dan lainnya. Dan sejak usahanya itu mulai berkembang, dia mengaku mengelola uasaha layaknya pebisnis bukan pengusaha.
“Pebisnis sama pengusaha itu beda. Pebisnis mengelola usahanya dengan sistem dan mempercayakan semua bisnisnya dibeberapa bagian kepada orang terpercaya. Sedangkan pengusaha, semua pekerjaan yang meliputi usahanyan diurusi sendiri. Dan saat orangnya jatuh sakit usahanya juga ikut sakit,” ujarnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Warga Desa Bakalan Krapyak, Kaiwungu, Kudus, itu mengungkapkan, oleh karena itu pebisnis relatif santai dan bisa meluangkan waktu untuk keluarga. Yang penting jangan sampai salah memilih orang untuk mengelola bagian tertentu di usahanya tersebut. Dia mengaku, sekarang untuk bagian produksi dipercayakan kepada satu orang yang punya jiwa kepemimpinan dan membawahi semua pekerja.
Sedangkan pemasaran, tuturnya, dipercayakan kepada admin atau agen penjualan yang sudah punya ratusan reseller yang tersebar di seluruh Indonesia. Dia mengaku, kini ada sekitar 20 agen yang memasarkan fasyen hasil produksi Ghaida Collection. “Aku bersama suamiku sekarang tinggal membuat desain pakaian yang sekiranya laku dipasaran dan diminati banyak orang,” ungkapnya.
Perempuan yang sudah dikarunia empat anak itu menuturkan, usahanya itu berawal saat dia memutuskan untuk keluar kerja dan ingin fokus mengurus keluarga. Namun disamping itu dia juga berkeingingan agar tetap punya penghasilan untuk membantu ekonomi keluarga.
Kemudian, dia mengaku memutuskan memproduksi mukena. Ide itu berawal saat putrinya itu diajak salat malas serta tidak berkenan mengenakan mukena warna putih. Saat itulah timbul ide untuk memproduksi mukena khusus anak dengan desain dan warna yang tentunya menarik bagi mereka.
“Selain itu pembuatan mukena juga relatif gampang, meski begitu aku ingin membuat mukena yang beda dengan yang lain dan punya karakter. Jadi mukena produksiku itu aku buat berkualitas dengan kain yang berkualitas, desain bagus, dan warna menarik,” ungkapnya.
Perempuan yang sudah dikaruniai empat anak itu mengatakan, proses produksi tersebut dirinya mengaku mempekerjakan tiga orang tenaga jahit dan obras. Sedangkan dia sendiri mengerjakan desain dan motong kain. Untuk pemasaran awal kata dia, menawarkan mukena hasil produksinya lewat media daring, dari website, Facebook, Instagram dan lainnya, dan tentu dari mulut ke mulut.
“Alhamdulillah minat masyarakat terhadap mukena produksiku lumayan bagus. Bahkan dalam kurun kurang dari setahun hutang kain berjumlah Rp 30 juta mampu terbayar lunas, dan tentu masih ada untungnya” ujarnya.
Kini selain mukena kata dia, Ghaida Collection juga memproduksi sarung instan, kaus Muslim dan menjadi agen sepatu, yang masing-masing diberi merk sesuai nama panggilan keempat anaknya. Kini Ghaida Collection mampu memproduksi dan menjual ratusan pcs mukena, serta sarung instan sehari.
“Aku memang memberi merk aneka fashion hasil produksiku dengan nama keempat anaku, dengan harapan kelak semua anaku sudi melanjutkan usaha yang kami rintis. Semoga mereka bisa menjadi pebisnis sukses sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain,” ujarnya.