SEPUTARKUDUS.COM, SIMPANG TUJUH – Tepat di selatan Masjid Agung Kudus, terdapat bangunan dengan tembok depan berwarna putih berpadu dengan warna hijau. Bangunan ini hanya satu lantai, dengan tiga pintu di sisi depan. Terdapat papan nama putih tertulis Yayasan Perpustakaan Islam dan Penyiaran Ilmu Pengetahuan (YPI PIP) Jalan Simpang Tujuh Nomor 03, Kudus. Tempat tersebut merupakan perpustakaan umum pertama dan tertua di Kudus.

Saat pintu utama sudah terbuka, hingga pukul 12.00 WIB kondisinya masih sepi. Hanya ada beberapa petugas pertamanan yang keluar masuk dari bangunan tersebut. Menurut Pengurus YPI PIP Udin (50), perpustakaan yang dikelolanya adalah perpustakaan tertua di Kudus. Menurutnya, perpustakaan tersebut didirikan tahun 1975 melalui surat keputusan Bupati Kudus nomor: SDA 4/WKF/1975 tertanggal 15 Mei 1975.
“Perpustakaan ini merupakan perpustakaan umum pertama, dan tertua di Kudus. Karena dekat dengan Alun-alun, dulu sangat ramai sekali,” ungkap Udin kepada Seputarkudus.com, saat ditemui di perpustakaan beberapa waktu lalu.
Dia menceritakan, sejak berdiri tahun 1975, dulu setiap hari ada sekitar 80 orang lebih berkunjung ke perpustakaan. Tidak hanya masyarakat umum saja, kalangan mahasiswa dan dosen pun banyak yang membaca koleksi yang hampir berjumlah 3.000 buku. Menurutnya, saat itu masih ada kampus Universitas Darul Ulum Islamic Centre Sudirman (Undaris) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus saat masih di Gang Empat.
“Banyak buku-buku tua di sini. Koleksi sebelum tahun 1980 pun masih tersimpan. Bukunya tentang sejarah, agama dan ada juga umum,” tambah Udin sambil duduk di tangga masuk.
Selain untuk perpustakaan, bangunan seluas 640 meter persegi juga menjadi tempat pemberian santunan anak yatim piatu di Kudus. Dia masih ingat, dulu ada sekitar 400 anak yatim yang setiap tahun mendapat santunan dari yayasan perpustakaan ini. Anak-anak yang diberi santunan setingkat SD dan SMP. “Donaturnya sangat banyak. Rata-rata angkatannya Pak Nawawi Jambu Bol,” tambahnya sambil menata topi yang dikenakannya.
Waktu terus berjalan, pengurus yayasan tak bisa menghidari masa senjanya, termasuk dirinya. Udin mengatakan, pengurus pun akhirnya mengelola perpustakaan itu sebisanya. Beberapa bangunan banyak yang lapuk, buku-buku tidak terawat dan santunan anak yatim sudah tiada. Tidak ada lagi donatur yang menyumbang untuk kegiatan santunan anak yatim piatu maupun perawatan perpustakaan.
“Sudah tidak ada buku baru di perpustakaan ini. Dari donatur tidak ada, apa lagi dari pemerintah. Harapan kosong saja,” ungkapnya dengan menghela nafas.
Yayasan yang didirikan oleh Dr Yainuri Koshim, dalam buku pengunjung terakhir tertulis tanggal 20 Desember 2015. Menurut Udin sekitar tahun 2010 pengunjung yang datang sudah mulai berkurang. Menurutnya, hal tersebut disebabkan buku yang ada tidak ada yang baru, dan fasilitas yang kurang terawat. Secara pribadi dirinya mengaku mau merawat perpustakaan karena ada panggilan hati untuk berbagi ilmu.
“Sebisanya saya akan berusaha agar buku-buku yang ada di perpustakaan dapat terjaga dengan baik. Sejak ramainya Google dan Youtube, jarang sekali orang yang datang ke perpustakaan. Karena zaman sekarang lebih enak yang instan,” tuturnya.
Selain menjadi perpustakaan dan santunan anak yatim, tempat yang dibuka pada pukul 08.00 WIB sampai 13.00 WIB dan tutup hari Jumat serta hari besar, menurutnya dulu juga untuk konsultasi skripsi dan kegiatan seminar. Selama ini juga masih ada yang datang, biasanya dari mahasiswa STAIN Kudus. Mereka mau datang karena memang diperintah oleh dosennya.
“Pernah ada yang datang tak tanya, kok tidak cari di Google saja kan lebih lengkap. Jawabnya disuruh dosennya,” tuturnya sambil tertawa.