oleh: Danar Abdullah
SEPUTAR KUDUS – Sabtu, 23 Agustus 2014 merupakan hari di mana ribuan pecinta bola di Kudus menangis dan berduka. Bagaimana tidak, klub sepakbola kebanggaannya Persiku (Persatuan Sepakbola Indonesia Kudus) dinyatakan degradasi dari Liga Divisi Utama. Dan yang menyesakkan dada, tim yang mengubur Macan Muria (julukan Persiku) adalah seteru abadinya, PSIR Rembang. Persiku takluk 2-0 di Stadion Krida, Rembang.
Tiga klub yang sebelum laga terakhir berada di bawah Persiku, Persipur Purwodadi, PPSM Magelang dan Persip Pekalongan, sukses menyalip di tikungan akhir melalui kemenangannya masing-masing. Entah, siapa yang patut disalahkan atas kegalalan ini. Yang pasti harga diri penggemar bola Kudus menukik tajam di titik nadzir.
Rentang waktu 2008-2014 di Liga Divisi Utama menjadi nostalgia, yang jika diingat dinamikanya semakin mumbuat duka. Masih terekam kuat dalam memori saat saya masih duduk di kelas V SD (tahun 2003). Saat itu Persiku Kudus mulai berbenah diri menyambut kompetisi Divis II A Regional Jawa Tengah. Ekspektasi pecinta bola Kudus begitu hebat menyambut kehadiran tim Persiku sejak 1994 mati suri (tidak ikut kompetisi).
Tak kurang, pelatih sekelas Edy Paryono yang membawa PSIS juara Divisi Utama Liga Indonesia didatangkan untuk membawa Macan Muria promosi. Stadion Wergu Wetan bergelora setiap Macan Muria berlaga. Pada musim kompetisi 2003/2004 Persiku sukses merebut posisi kedua di Liga Divisi II A Jawa Tengah.
Suporter Persiku juga tak mau kalah mendukung tim pujaannya. Saat itu dibuat gebrakan luar biasa yang masuk rekor MURI dengan membuat benderasuporter sepakbola terbesar di Indonesia oleh Suporter Macan Muria (SMM).
Prestasi pun berlanjut di musim kompetisi 2005/2006 saat Persiku menjadi juara Divisi II Nasional. Di final, Macan Muria mengalahkan Perserang Serang. Tiket promosi pun digenggam menuju Liga Divisi I Nasional. Di sana ternyata hanya cukup dua musim Persiku berlaga (2006/2007 dan 2007/2008). Karena pada 2008 Macan Muria masuk ke kompetisi Divisi Utama Liga Indonesia melalui tangan dingin Pelatih Subangkit.
Rentang waktu 6 tahun (2008-2014) menjadi masa-masa penuh dinamika bagi Persiku. Di satu sisi masalah finansial menjadi masalah klasik menghadapi kompetisi. Bahkan sampai mengantarkan ke babak play off laga hidup mati bertahan di Liga Divisi Utama melawan Persis Solo di musim kompetisi 2009-2010.
Namun terdapat juga prestasi di tahun 2011 saat menjuarai turnamen MNC Cup di Rembang. Hingga akhirnya pada 2014 ini menjadi tahun kelam bagi Persiku Kudus.
Sulit membayangkan, bagaimana hancurnya perasaan pecinta Macan Muria terhadap nasib tim pujaannya. Semoga secepatnya Persiku kembali ke Liga Divisi Utama.