BETANEWS.ID, PATI – Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PCNU Kabupaten Pati berkerjasama dengan Jemaah Langgar Makam Mbah Wiro Padi Pasucen menggelar acara Ngaji Budaya bertajuk “Jawa Njawani, Lesbumi Ngrukti”.
Acara yang berlangsung di halaman Langgar Makam Mbah Wiro Padi, Desa Pasucen, Kecamatan Trangkil, pada Minggu (21/9/2025) malam itu dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Guyang Cekathak Peninggalan Sunan Muria yang Tetap Lestari
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi Lesbumi dengan Lembaga Ta’lif wan Nasyr NU (LTNNU), Lembaga Dakwah NU (LDNU) PCNU Kabupaten Pati, serta Ranting NU Desa Pasucen.
Sejumlah tokoh hadir dalam kegiatan tersebut, di antaranya Wakil Ketua Lesbumi PBNU Anis Sholeh Ba’asyin, Ketua PCNU Kabupaten Pati KH Yusuf Hasyim, hingga Ki Abdullah Markonyik dari LDNU PCNU Pati.
Terbang Jawan Klasik Pasucen dan seni bela diri Gong Cik Singo Padi Pasucen juga turut memeriahkan araca tersebut. Bahkan, Lesbumi PCNU Kabupaten Pati memberikan penghargaan kepada 10 penggiat dan pelestari budaya dari berbagai daerah di Pati.
Ketua Lesbumi PCNU Pati, Arif Khilwa, menyampaikan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar tradisi keagamaan, tapi juga warisan budaya bangsa.
“Islam masuk ke Indonesia melalui dialog dan komunikasi budaya, termasuk tradisi seni lokal. Tidak ada penghancuran tradisi lama, melainkan akulturasi yang kuat. Terbang Jawan dan Gong Cik adalah media penyebaran Islam sekaligus warisan budaya yang wajib dilestarikan,” ujar dia.
Sementara itu ketua PCNU Pati, KH Yusuf Hasyim, menyampaikan apresiasi kepada Lesbumi dan Jemaah Langgar Mbah Wiro Pati yang telah bekerja sama menyelenggarakan kegiatan yang bermanfaat dan penuh makna ini.
“Terimakasih masyarakat Pasucen, ini luar biasa, kita bisa nguri-uri lagi tradisi dan adat istiadat Islam Jawa. Malam ini, peringatan Maulid Nabi menyatukan kita melalui tradisi yang dulu dijadikan media dakwah oleh Walisongo. Kita lestarikan ini. Dengan hadirnya Lesbumi, kita harapkan orang Jawa bisa lebih ‘nJawani’, yaitu betul-betul menghayati adat istiadat dan budaya Jawa yang Islam,” terang dia.
Baca Juga: Makna Tradisi Golok-golok Mentok, Simbol Penolakan Terhadap Penindasan Perempuan
Kiai Yusuf menjelaskan, bahwa Jawa telah menjadi bagian dari penyebaran Islam sejak abad ke-7. Ia pun mengajak masyarakat bersyukur lantaran dapat menjadi bagian dari umat Islam meskipun tidak bertemu dengan Rasulullah secara langsung.
“Maka kita patut berbahagia sebagai orang Jawa yang meskipun jauh dari lahirnya Islam di Arab, kita termasuk orang yang beruntung karena kita beriman dan berislam meskipun tidak pernah bertemu dengan Rasulullah. Jika kita melihat adat istiadat leluhur, kita akan lihat bahwa tradisi di Jawa sangat dekat dengan ajaran Islam. Sopan santun, unggah-ungguh, gotong royong, ini luar biasa, termasuk kepedulian terhadap lingkungan hidup,” ungkap dia.
Editor: Haikal Rosyada