31 C
Kudus
Jumat, April 18, 2025

Alkisah Tradisi Bulusan dan Dua Santri Mbah Dudo yang Disabda Sunan Muria Jadi Bulus 

BETANEWS.ID, KUDUS – Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, memiliki Tradisi Bulusan yang hingga kini masih dilestarikan. Meski sudah berumur ratusan tahun lampau, budaya tersebut tak terlepas dari Sunan Muria dan dua murid Mbah Dudo, yang disabda menjadi bulus. 

Seksi Acara Kirab Bulusan 2025, Muhammad Aris mengatakan, Tradisi Bulusan digelar dengan maksud untuk mendoakan Kiai Dudo, kerabat Sunan Muria dan bulus yang dipercaya penjelmaan pasutri, Umara dan Umari.

Baca Juga: Tradisi Mitoni, Warisan Budaya Jawa yang Sarat Makna dan Harapan

-Advertisement-

Penjelmaan dua murid Kiai Dudo menjadi seekor bulus, bermula saat dua pasutri tersebut sedang menanam padi di tempat yang masih berupa hutan belantara. Lantaran kala itu bulan puasa, Kiai Dudo meminta Umara dan Umari untuk bekerja di malam hari, setelah salat tarawih.

Sunan Muria yang pada saat itu berkunjung ke tempat Kiai Dudo yang kini menjadi petilasannya, dua orang santri itu masih bekerja di sawah dengan suara gemericik air.

Mendengar suara orang yang beraktivitas di air, Sunan Muria Bertanya kepada Kiai Dudo, “Suara apa itu, kok seperti bulus yang sedang berenang di air?”. Perkataan Sunan Muria tersebut, lantas menjadi sabda yang kemudian merubah wujud kedua orang Murid Kiai Dudo menjadi dua ekor bulus.

Kiai Dudo pun sedih dengan menjelmanya kedua orang muridnya menjadi hewan amfibi tersebut. Namun Sunan Muria memintanya untuk tidak bersedih, dimintanya Kiai Dudo untuk mencabut sebuah tongkat yang tertanam di sawah yang terletak beberapa meter dari petilasan, maka keluarlah air yang menyembur ke atas.

Keluarnya air tersebut kemudian diabadikan menjadi sebuah nama tempat, yaitu Dukuh Sumber. Setelah tempat tersebut dihuni masyarakat, Kiai Dudo kemudian meminta setiap tanggal 7 Syawal untuk membuat ritual guna mendoakan dua orang muridnya yang menjadi bulus.

Hingga kini, kata dia, tradisi itu tetap dilestarikan untuk menguri-uri budaya dari sesepuh atau orang pertama yang tinggal di Dukuh Sumber, yakni Kiai Dudo.

Baca Juga: Tradisi Unik Warga Pesisir Pantura Pati Sambut Ramadan, Makan Bersama di Tambak

“Tahun ini kami mengangkat tema Seribu Kupat Lepet. Dalam artian adalah kesejahteraan masyarakat dilihat dari pola makanan yang baik,” bebernya sebelum tradisi dimulai, Senin (7/4/2025).

Di tahun ini, ada 10 gunungan berupa ketupat, lepet, dan hasil bumi sayur mayur serta buah-buahan diarak sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rejekinya.

Editor: Haikal Rosyada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERPOPULER