BETANEWS.ID, JEPARA – Masyarakat Desa Kriyan, Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara kembali menggelar tradisi pesta baratan sebagai wujud rasa syukur dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Sama seperti tahun sebelumnya, pelaksanaan pesta baratan yang berpusat di Halaman Masjid Al-Makmur Desa Kriyan selalu disambut antusias oleh masyarakat. Ribuan orang tampak hadir memenuhi area sekitar masjid.
Baca Juga: Anggaran Infrastruktur Pemkab Jepara Kena Potong Rp17 Miliar
Pelaksanaan tradisi baratan sebelumnya sudah diawali dengan beberapa rangkaian kegiatan. Puncaknya yaitu Sabtu, (15/2/2025) sekitar pukul 20.00 WIB yang diawali dengan doa bersama kemudian dilanjut dengan kirab tradisi baratan.
Sebelum pelaksanaan kirab, Kepala Desa Kriyan mengawali dengan menyerahkan keris pusaka kepada pemeran sosok Ratu Kalinyamat. Ia kemudian berjalan menuju halaman masjid dan melakukan aksi teatrikal dengan melepaskan keris pusaka dari sarungnya dan diangkat ke atas. Setelah itu ia menaiki kereta kencana yang sebelumnya sudah disiapkan.
Setelah siap, rombongan kirab kemudian berjalan mengelilingi Desa Kriyan. Di barisan paling depan terdapat pasukan sapu jagat yang melecutkan sapu lidi ke jalan sebagai simbol pengusir roh jahat serta memberi jalan bagi Ratu Kalinyamat.
Kemudian disusul dayang yang membawa kendi berisi air Tirta Kahuripan dan dibelakangnya yaitu kereta kencana yang membawa sosok Ratu Kalinyamat. Di belakang sang ratu, terdapat pasukan dayang-dayang serta yang rombongan yang membawa gunungan hasil bumi dan tampah berisi apem dan puli.
Kemudian disusul dengan rombongan masyarakat sekitar yang membawa lampion dan impes yang menjadi ciri khas dari pelaksanaan tradisi baratan.
Muhammad, Tokoh Desa Kriyan menjelaskan istilah baratan bukan berasal dari negara barat, melainkan dari kata Lailatul Baro’atan atau malam yang penuh keberkahan. Kata tersebut yang kemudian diadopsi menjadi kata Baratan.
“Baratan itu sebagai (bentuk tradisi) peringatan pada malam Nisyfu Sya’ban yang juga disebut sebagai malam Lailatul Bara’ah. Sehingga harapannya pada malam itu dosa-dosa kita bisa diampuni, sehingga memasuki bulan Ramadhan bisa meras ringan untuk beribadah,” katanya saat ditemui usai pelaksanaan tradisi baratan.
Setiap tahunnya, tradisi baratan menurutnya selalu mengangkat tema yang berbeda-beda. Pada tahun ini tema yang diangkat yaitu Langgar Bubrah atau Masjid Bubrah. Dimana dulu sebelum berdirinya Masjid Al-Makmur, Ratu Kalinyamat sempat membangun langgar atau musala di sebelah barat lokasi masjid saat ini.
Baca Juga: Kondisi Sosial Mulai Memanas, Warga Karimunjawa Sebut Pemkab Tak Tegas Tertibkan Tambak Udang
“Tema Langgar Bubrah ini agar masyarakat tahu bahwa keberadaan Masjid Kriyan itu sebelumnya berupa langgar atau musala yang masih kecil. Karena mungkin ngga muat akhirnya dipindah di tengah-tengah desa,” jelasnya.
Dengan mengangkat tema-tema berbeda setiap tahun, ia berharap hal tersebut juga bisa menjadi edukasi terutama bagi generasi muda untuk mengenalkan sosok Ratu Kalinyamat yang saat ini sudah ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.
Editor: Haikal Rosyada