31 C
Kudus
Sabtu, September 14, 2024

Guyang Cekathak, Tradisi Bersihkan Pelana Kuda Sunan Muria Hingga Doa Meminta Hujan

BETANEWS.ID, KUDUS – Guyang Cekathak merupakan tradisi turun temurun dari Sunan Muria yang kini masih dilestarikan. Acara yang telah digelar selama ratusan tahun itu masih kental akan budaya lokal dan menjadi pusat perhatian masyarakat.

Rangkaian acara tradisi budaya Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus itu dimulai dari doa bersama yang berlangsung di Aula Masjid dan Makam Sunan Muria. Terlihat puluhan warga berbondong-bondong dengan membawa ambengan sebelum kirab tradisi dimulai. Usai doa bersama di aula, kemudian rombongan kirab tradisi dengan membawa pelana kuda Sunan Muria atau yang biasa disebut Cekathak itu diiring sampai Sendang Rejoso.

Baca Juga: Harga Kopi Tinggi, Warga Japan Antusias Gelar Tradisi Wiwit Kopi

-Advertisement-

Sesampainya di sana, pelana kuda milik Sunan Muria itu lalu dibersihkan dengan mata air di Sendang Rejoso. Sebagian besar masyarakat dari berbagai golongan yang ikut dalam acara tersebut terlihat sangat antusias. Dalam acara tersebut juga ada prosesi melempar cendol ke atas, sebagai simbol doa meminta hujan di musim kemarau ini.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur menyampaikan, tradisi budaya Guyang Cekathak dilakukan setiap musim kemarau atau sebagai patokannya di hari Jumat Wage di bulan September. Namun karena tahun ini, di bulan September tidak ada hari Jumat Wage, panitia mengadakan di bulan Agustus.

“Untuk acara ini, sebetulnya pedomannya adalah Jumat Wage di bulan September. Karena di tahun ini Jumat Wage tidak ada di bulan September, sehingga diadakan di bulan Agustus. Ini mengacu musim kemarau (mongso ketigo) dari 24-25 Agustus sampai 17-19 September,” bebernya usai tradisi, Jumat (30/8/2024).

Ia menuturkan, setidaknya peserta yang turut hadir dalam tradisi itu ada sekitar 300-an orang. Tradisi itu katanya, bertujuan sebagai upaya penghormatan terhadap Raden Umar Said (Sunan Muria), dan pelestarian budaya di desa tersebut.

“Guyang Cekathak, Cekathak adalah pelana kuda Sunan Muria, salah satu benda yang masih ada sampai sekarang dan kita jaga dan lestarikan. Karena tranportasi beliau pada jaman dulu adalah kuda,” tuturnya.

“Konon beliau saat masih ada (hidup), kalau memandikan kudanya di sini. Ini adalah satu-satunya mata air yang ada di sini dan merupakan tempat wudhunya Sunan Muria. Setiap kali memandikan kuda di sini, kita sebagai generasi penerus untuk memberi penghormatan, kedua untuk memberikan informasi kepada anak muda untuk melestarikan tradisi budaya Desa Colo,” tambahnya.

Baca Juga: Meriahnya Kirab Haul Mbah Rogo Moyo, Ada Gunungan Besar Isi Nasi Berkah

Ia menuturkan, dalam tradisi itu juga melempar cendol sebagai simbol doa untuk meminta hujan di bulan kemarau seperti sekarang. Dengan melempar cendol ke atas diumpamakan seperti hujan, dimana air akan turun dari langit.

“Hujan dawet itu merupakan simbol. Ditawur atau dilempar keatas sebagai doa minta hujan. Biasanya dengan shalat istisqa tapi ini tidak dengan sholat. Namun dengan ramah tamah, berdoa bersama, bersedekah, ini juga perbuatan yang dianjurkan oleh agama,” imbuhnya.

Editor: Haikal Rosyada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

42,000FansSuka
13,322PengikutMengikuti
30,973PengikutMengikuti
144,000PelangganBerlangganan

TERPOPULER