31 C
Kudus
Jumat, Maret 21, 2025

Sejarah Tradisi Bulusan, Legenda Sunan Muria Sabda Santri Kiai Dudo Jadi Bulus

Ribuan warga tumpah ruah di sepanjang jalan Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Sabtu (29/4/203). Mereka tengah mengikuti serangkaian tradisi Bulusan, yang digelar di desa tersebut setiap tahun, sejak lampau. Tradisi ini digelar untuk nguri-uri sejarah berdirinya dukuh tersebut.

Kepada Betanews.id, Mursidi, Ketua Panitia Tradisi Bulusan, menceritakan sejarah tradisi ini. Menurutnya, tadiri Bulusan diyakini warga tidak lepas dari kisah Sunan Muria dan Kiai Dudo.

Tradisi bulusan telah dilestarikan sejak ratusan tahun lampau, tradisi tersebut dimaksudkan untuk mendoakan Kiai Dudo dan bulus yang dipercaya penjelmaan pasutri, Umara dan Umari, dua orang murid Kiai Dudo, atau juga dikenal dengan sebutan Joko Samudro dengan nama asli Sayid Hasan.

-Advertisement-

Baca juga: Tradisi Bulusan Kembali Digelar, Ribuan Warga Rela Panas-Panasan Perebutkan Gunungan

Kiai Dudo merupakan orang pertama yang tinggal di Dukuh Sumber beberapa ratus tahun yang lampau. Penjelmaan dua orang murid Kiai Dudo menjadi seokor bulus, berawal dari niatnya untuk menanam padi di tempat yang masih berupa hutan belantara tersebut.

Karena saat itu bulan puasa, Kiai Dudo meminta Umara dan Umari untuk memulai kerja di malam hari, setelah Salat Tarawih. Saat kedua pasutri tersebut bekerja di sawah, Sunan Muria berkunjung ke tempat Kiai Dudo yang saat ini menjadi petilasannya.

Mendengar suara orang yang beraktivitas di air, Suanan Muria Bertanya kepada Kiai Dudo, “Suara apa itu, kok seperti bulus yang sedang berenang di air?”. Perkataan Suanan Muria tersebut, lantas menjadi sabda yang kemudian merubah wujud kedua orang Murid Kiai Dudo menjadi dua ekor bulus.

Kiai Dudo pun sedih dengan menjelmanya kedua orang muridnya menjadi hewan amfibi tersebut. Namun Sunan Muria memintanya untuk tidak bersedih, dimintanya Kiai Dudo untuk mencabut sebuah tongkat yang tertanam di sawah yang terletak beberapa meter dari petilasan, maka keluarlah air yang menyembur ke atas.

Keluarnya air tersebut kemudian diabadikannya menjadi sebuah nama tempat, yaitu Dukuh Sumber. Setelah tempat tersebut dihuni masyarakat, Kiai Dudo kemudian meminta setiap
tanggal 7 Syawal untuk membuat ritual guna mendoakan dua orang muridnya yang
menjadi bulus.

Menurut Mursidi, tradisi yang berkembang itu merupakan legenda. Warga percaya cerita itu benar adanya. Sehingga setiap tahun warga Dukuh Sumber selalu mengadakan acara tersebut. Tradisi Bulusan digelar dengan berdoa bersama dan memberikan makanan untuk bulus yang hingga kini masih ada.

Pria yang sekaligus ketua RW 5 itu mengatakan, tradisi tersebut akan selalu diadakan setiap satu tahun sekali yang bertujuan untuk menguri-uri budaya yang dulu hingga sekarang masih terjaga.

“Kita harus nguri-uri bagaimana harus kita ramaikan bersama-sama, dari rekan-rekan RT 1 sampai 9 berbondong-bondong buat sukseskan acara ini. Pokoknya jangan sampai hilang. Kita harus berusaha semaksimal mungkin nguri-uri budaya kita,” ungkapnya setelah memberikan ketupat kepada Mbah Sudarsih, juru kunci Makam Kiai Dudo.

Baca juga: Tradisi Bulusan, Awal Berdirinya Dukuh Sumber di Kabupaten Kudus

Mursidi menuturkan, tradisi yang selalu digelar H+7 setelah Lebaran itu juga melibatkan ratusan pelaku UMKM. Menurutnya, tahun ini pagelaran acara tersebut dinilai lebih ramai dari sebelumnya.

Pihaknya berharap, agar warga masyarakat khususnya RW 5 selalu maju dan bisa senantiasa menggelar acara tersebut hingga nanti sampai anak cucu.

Editor: Suwoko

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERPOPULER