31 C
Kudus
Jumat, September 22, 2023

Kampung Budaya Piji Wetan Bakal Gelar Pementasan Tari ‘Banyu Ngecis’

BETANEWS.ID, KUDUS – Kampung Budaya Piji Wetan(KBPW) akan menggelar pementasan tari ‘Banyu Ngecis’ pada Minggu (26/2/2023) malam. Event ini akan dilangsungkan di Panggung Ngepringan KBPW Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kudus.

Ketua Kampung Budaya Piji Wetan Muhammad Zaini mengatakan, kesenian tari menjadi salah satu unit kerja dari Kampung Budaya Piji Wetan yang berfokus pads eksplorasi dan apresiasi melalui kesenian.

“Unit ini kami namai dengan sebutan KBPW Art Performance. Banyak sub divisi dalam unit ini dengan program latihan rutin dan pementasan sesuai jadwalnya masing-masing. KBPW Art Performance, termasuk seni tari di dalamnya menjadi wadah para generasi muda dalam membentuk karakter diri sesuai falsafah dan laku hidup leluhur melalui kesenian,” sebutnya dalam rilis yang diterima Betanews.id.

Baca juga: Nada Sumbang Tampil Menawan di Kampung Budaya Piji Wetan

Sejalan dengan visi misi itu, katanya, dalam program pemajuan kebudayaan di lereng Muria, KBPW Art Performance tengah menggarap folklore lokal yang ada di Muria berbasis kesenian tari. Produk budaya ini nantinya diharapkan akan menjadi salah satu media mereka dalam mewacanakan pemajuan kebudayaan berbasis folklore.

“Kali ini, program kelas tari KBPW berhasil menelurkan karya seni berbentuk mini sendratari yang menceritakan folklore asli Piji Wetan dengan judul “Banyu Ngecis”. Banyu berarti air, sedangkan ngecis adalah nama sumber mata air yang letaknya berada di belakang Panggung Ngepringan Kampung Budaya Piji Wetan,” terangnya.

Tarian yang bakal dipentaskan itu, terinspirasi dari cerita atau folklore yang ada di sendang tersebut. Di mana, Sunan Muria dalam perjalannya berdakwah, menemukan burung yang sedang terjebak perangkap. Burung tersebut kehausan, Sunan Muria menolong burung itu dan mencarikannya air namun tidak menemukan mata air.

Saat itu terjadi paceklik. Tumbuhan, hewan hewan lain juga sangat membutuhkan air. Kemarau berkepanjangan, menyebabkan air sulit sekali didapatkan.

“Singkat cerita, sampailah Sunan Muria di sebuah desa. Dari pintu ke pintu, meminta sedikit air, untuk menolong burung tersebut. Namun seluruh warga tidak dapat memberikan air untuk burung tersebut, karena memang untuk kehidupannya saja, mereka masih kekurangan,” imbuhnya.

Akhirnya, Sunan Muria berdoa dan menancapkan tongkatnya, sehingga muncullah mata air yang berbunyi “cissssss”. Sampai sekarang, mata air tersebut tidak pernah surut dan mati. Meskipun pada waktu tertentu, sumber mata air yang lain mati sementara.

Baca juga: Lestarikan Punden dan Belik di Muria, Kampung Budaya Piji Wetan Bakal Dirikan Museum Folklor

“Tarian ini menggambarkan suasana keadaan terpuruk suatu wilayah, ruang dan waktu, manusia, tumbuhan dan hewan, sangat membutuhkan air. Kemudian gerakan serasi juga menggambarkan kebersamaan dalam menempuh kehidupan gotong royong dan saling bahu membahu agar mendapat kegembiraan bersama-sama,” ungkapnya.

Gerakan ketiga, gerakan bertarung, rancak, lincah tersaji sebagai suasana warga berebut air, disusul dengan gerakan berdoa, sebagai simbol Sunan Muria menancapkan tongkatnya. Iringan musik tari tersebut digarap dengan bekerja sama dengan Anterdans, salah satu sanggar tari di Yogyakarta, dengan mengutip salah satu garapan musik tarinya, Perjalanan Dewa Ruci.

“Besar harapan kami, program ini mendapat banyak dukungan dari banyak pihak. Semoga semakin banyak folklore dan kearifan lokal di Muria yang terangkat dan dialihmediakan melalui cabang kesenian. Sehingga kebudayaan-kebudayaan lereng Muria akan terus lestari dan berkembang,” pungkasnya.

Editor: Kholistiono

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

33,383FansSuka
13,322PengikutMengikuti
4,308PengikutMengikuti
118,000PelangganBerlangganan

TERPOPULER