BETANEWS.ID, SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDP) SMA dan SMK tahun ajaran 2022/2023 masih banyak kendala terutama masalah zonasi.
Oleh karenanya, Ganjar mengajak Ombudsman RI untuk mengawasi pelaksanaannya, karena tak bisa dipungkiri, ada kelemahan dalam sistem PPDB.
“Maka saya pantau sendiri. Dari PPDB selalu jadi evaluasi, sistem ini harus dilaksanakan, kelemahannya distribusi sekolah tidak merata,” katanya saat ditemui di MG Setos Hotel, Selasa (5/7/2022).
Baca juga: 216.107 Peserta Didik Diterima di PPDB SMA/SMK Jateng, Cari Namamu di Sini
“Kalau mau dilanjut harus dibuat sekolah di beberapa tempat yang memang kosong. Kalau tidak cara penentuannya tidak boleh bulet, harus agar lonjong mengikuti area-area pembagian itu. Ini evaluasi kami terus menerus,” imbuhnya.
Sebenarnya, lanjut Ganjar, ada banyak opsi yang dipilih di sistem PPDB. Selain zonasi, orangtua dan siswa bisa memanfaatkan pilihan jalur prestasi atau afirmasi.
Ganjar juga mengungkap banyak permintaan agar dibantu masuk ke SMA atau SMK tertentu. Ada yang meminta dengan baik, tapi tak sedikit pula yang marah.
“Sebenarnya yang ingin saya sampaikan ke publik adalah fairnessnya. Kita mau nggak berintegritas, mau nggak menggunakan sistem, mau nggak tidak kolusi, mau nggak tidak nepotisme, ternyata ada yang tidak mau,” katanya.
Ganjar mengatakan, masih ada jalan untuk siswa yang tidak lolos PPDB, misalnya dengan masuk ke SMA atau SMK swasta. Jika tidak mampu dengan alasan biaya mahal, ada beasiswa yang bisa digunakan.
Baca juga: PPDB Berakhir, SMPN 3 Bae Kudus Masih Kekurangan 93 Siswa Baru
“Kalau tidak diterima bisa di sekolah swasta. Biasanya alasan kan biaya (mahal). Ada beasiswa kok dan beberapa daerah dari sisi zona terlalu jauh karena sedikitnya sekolah sebenarnya bisa gunakan kelas virtual,” jelas Ganjar
Solusi kelas virtual tersebut, kata Ganjar, saat ini masih dimatangkan pelaksanaannya. Sebab menambah jumlah rombongan belajar tidak bisa diambil keputusan jangka pendek.
“Kelas virtual bisa dibuat dengan tambah rombel virtual, karena beberapa yang tidak diterima mengatakan ‘wah nggak fair pak tambahi (rombel)’, nambahin kan nggak bisa dadakan harus berproses. Sehingga model (kelas virtual) bisa dipakai,” tandas Ganjar.
Editor: Ahmad Muhlisin