BETANEWS.ID, JEPARA – Festival Perang Obor yang jadi acara pamungkas sedekah bumi Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara berlangsung meriah, Senin (20/6/2022) malam. Acara yang sudah vakum selama dua tahun karena pandemi Covid-19 itu begitu dinanti-nantikan warga Kota Ukir.
Hal itu terlihat saat Sekretaris Daerah (Sekda) Jepara Edy Sujatmiko menyalakan obor, masyarakat langsung riuh berorak-sorai di area festival. Kepadatan penonton sebenarnya sudah terjadi jauh sebelum perang obor dimulai, yakni saat prosesi upacara adat yang dilanjutkan dengan kirab pusaka dari rumah Kepala Desa Tegalsambi Agus Santoso sampai perempatan desa tersebut.
Ketika sampai di area perang obor, Sekda yang bertugas mewakili Penjabat (Pj) Bupati Jepara Edy Supriyanta kemudian menyulut api sebagai penanda dimulainya perang obor.
Baca juga: Tradisi Mengubur Kepala Kerbau untuk Tolak Bala di Desa Temulus Kudus
“Saya menyambut baik acara perang obor tahun ini dapat kembali digelar meriah. Tidak hanya pelaksanaan aktivitas sosial budaya, melalui event seperti ini saya harap mampu menggerakkan perekonomian masyarakat,” ujar Edy.
Edy terkesan dengan masyarakat Tegalsambi yang senantiasa melestarikan budaya lokal. Sebagaimana diketahui, perang obor merupakan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) sejak 2021 bersama dengan Pesta Lomban dan Jembul Tulakan.
Edy juga menyambut positif inovasi Pemerintah Desa Tegalsambi yang menuangkan perang obor ke dalam bentuk seni lain seperti Batik Perang Obor dan Tari Obor.
“Silakan berkomunikasi dengan Disparbud, nanti kita olah menjadi kreasi yang lebih baik,” ucapnya.
Terpisah, Kepala Desa Tegalsambi Agus Santoso mengatakan, tradisi perang obor merupakan tradisi turun temurun yang dilaksanakan tiap Senin Pahing malam Selasa Pon di bulan Besar atau Dzulhijjah, bertepatan dengan sedekah bumi desanya.
“Ini merupakan bentuk rasa syukur kami. Api obor ini kami percaya mampu mendatangkan kesehatan dan menolak bala,” kata Agus.
Baca juga: Tradisi Mengubur Kepala Kerbau untuk Tolak Bala di Desa Temulus Kudus
Ia menceritakan bahwa perang obor bermula dari legenda Ki Gemblong yang dipercaya oleh Kyai Babadan untuk merawat dan menggembalakan ternaknya. Namun, karena terlena dengan ikan dan udang di sungai, ternak tersebut terlupakan sehingga sakit atau mati.
Kyai Babadan yang tidak terima dengan kelalaian Ki Gemblong, memukul Ki Gemblong dengan obor dari pelapah kelapa. Akibatnya, ia menggunakan obor serupa untuk membela diri.
“Tanpa diduga, benturan kedua obor menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang. Ternak yang awalnya sakit tiba-tiba menjadi sembuh,” tandasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin