31 C
Kudus
Kamis, April 18, 2024

Alat Pelumpuh Covid-19 Temuan Mahasiswa Unika Adalah Pengembangan Terapi Biophilia

BETANEWS.ID, SEMARANG – Kondisi cukup sepi di lingkungan Universitas Katolik Unika Soegijapranata yang terletak di Jalan Pawiyatan Luhur Selatan IV No 1, Bendan Duwur, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang. Hanya ada beberapa aktivitas staf, karyawan dan dosen yang tak begitu sibuk. Sementara itu, satpam siap siaga melakukan pengecekan suhu pada setiap orang yang masuk ke area kampus. Hal itu dilakukan semenjak diputuskannya kuliah online dengan metode online courses oleh Prof Ridwan Sanjaya, Rektor Unika.

Beberapa aktivitas mahasiswa yang tidak bisa dilakukan secara online pun dibatasi. Seperti penelitian tugas akhir yang hanya bisa dilakukan di laboratorium universitas. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Asmara Samtesamka (28) di Laboratorium Elektro. Mahasiswa Teknik Elektro tingkat akhir itu, sedang melakukan uji coba terapi frekuensi suara untuk melemahkan virus Covid-19. Hal tersebut dikatakan oleh dosen pembimbingnya, yakni Florentinus Budi Setiawan.

“Ini sebenarnya baru dibuka beberapa waktu lalu, sebelumnya lab ditutup dan vakum kegiatan. Meski sekarang sudah dibuka, namun tetap saat ini menggunakan protokol kesehatan dengan pembatasan mahasiswa yang boleh datang. Yakni dijadwal, setiap hari tiga mahasiswa yang melakukan penelitian. Salah satunya adalah penelitian Asmara mengenai frekuensi suara untuk melemahkan virus Covid-19,” papar dosen yang akrab disapa Pak Budi tersebut, Selasa (2/6/2020).

Sambil memperlihatkan ruang laboratorium, mantan Kepala Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata itu melanjutkan, penelitian salah satu mahasiswanya itu merupakan salah satu bentuk pengembangan uji coba dari alat terapi bioresonance. Lelaki berambut putih itu selanjutnya memperlihatkan alat terapi yang dimaksud di dalam ruangannya. Ia membuka seperangkat alat di dalam koper alumunium. Setelah merangkai beberapa kabel, Pak Budi menghubungkan alat tersebut dengan laptop.

Baca juga : Unika Soegijapranata Semarang Temukan Alat Pelumpuh Covid-19

“Nah kalau ini memang alatnya sudah lama digunakan untuk terapi. Kalau yang saya contohkan ini melalui cahaya. Jadi organ dan jaringan manusia bisa dideteksi mana yang lemah, bermasalah dan masih bagus. Indikasinya melalui level. Dari level 1 yang paling bagus energinya sampai level 6. Kalau di laptop ini terlihat juga warna. Kalau yang warna kuning, berarti masih bagus. Kalau yang hitam itu berarti sedang bermasalah. Kalau sudah didapatkan datanya, lalu dia akan mengirimkan energi melalui cahaya yang masuk langsung ke otak untuk memperbaiki bagian tubuh yang bermasalah,” papar Pak Budi.

Sambil mempraktikkan, Pak Budi mengatakan, jika konsep kerja dari alat terapi tersebut adalah menscan energi pada tubuh manusia. Di mana medianya menggunakan cahaya melalui headset yang diubah untuk media penyalurannya. Sehingga langsung bisa mengirimkan energi yang dibutuhkan melalui gelombang bio foton. Sampai energi yang dibutuhkan hingga bisa naik ke level 1 terpenuhi. Di pasaran, Pak Budi mengatakan, alat itu sering disebut dengan alat terapi biophilia.

“Ini sebenarnya penelitian saya juga. Memang penelitian satu-satunya dari Indonesia saya yang melakukan. Sebelumnya, di beberapa negara sudah meneliti hal yang sama. Seperti Rusia, Jerman dan Italia. Penelitian ini sendiri mengenai terapi untuk memperbaiki jaringan yang sakit hingga menjadi optimal. Lalu memecah penyumbatan energi pada sistem saraf yang dihasilkan karena stres. Juga untuk menciptakan saluran terbuka sebagai aliran energi alami. Sehingga transmisi melalui tongkat frekuensi, elektroda dan headset mampu menghilangkan racun dan mendorong tubuh untuk penyembuhan jaringan secara alami. Namanya biophilia meta terapi,” papar dia.

Untuk alatnya sendiri, dikatakan Pak Budi, di pasaran bisa mencapai Rp 60 juta. Penggunaannya pun cukup rumit. Oleh karena itu, ia sembari membimbing Asmara untuk memperdalam penelitian melalui frekuensi suara. Meskipun, di dalam penelitannya, bentuk tersebut sudah tertulis. Maka dari itu, penelitian yang dikerjakan oleh mahasiswanya itu bisa diuji segera. Harapannya tak lain ialah terapi dengan frekuensi suara ini akan lebih praktis dan murah.

“Untuk penelitian Asmara yang melakukan uji coba frekuensi suara itu, konsepnya hampir sama dengan alat ini. Hanya bentuknya memang suara, bukan cahaya. Lalu penggunaannya harus menghubungkan ke laptop atau monitor untuk melihat jaringan atau organ mana yang kurang bagus. Sedangkan kalau untuk frekuensi suara yang sedang dikembangkan ini, cukup dengan file Mp3 atau dimixing dengan lagu. Sehingga pendengar bisa lebih praktis dan murah untuk melakukan terapi,” papar dia.

Editor : Kholistiono

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

42,000FansSuka
13,322PengikutMengikuti
30,973PengikutMengikuti
135,000PelangganBerlangganan

TERPOPULER