SEPUTARKUDUS.COM – JEPANG WETAN, Seorang pria berkaus singlet merah hati terlihat sedang berbicara kepada seorang calon pembeli. Secara rinci dia menjelaskan bentuk serta ukuran barang yang akan dibeli. Sesekali dia terlihat memberi usulan dan menunjukan contoh produk terbuat dari bambu kepada calon konsumenya. Pria tersebut bernama Zaenuri Moyong (62), pengrajin bambu di Desa Jepang Wetan, Kecamatan Mejobo.

Seusai melayani pelanggannya, pria yang akrab disapa Moyong itu sudi berbagi kisah kepada Seputarkudus.com. Dia mengatakan, masa kejayaan mendapatkan order dari usahanya tersebut berakhir pada tahun 2004. Pada saat itu, peralatan rumah tangga terbuat dari plastik mulai membanjiri pasar dan berimbas buruk pada usahanya.
“Setelah tahun 2004 pesanan tempat penjemur kerupuk dan sarangan bambu untuk masak adonan kerupuk turun drastis. Biasanya dulu bisa mengirim ratusan pcs setiap pekan, sekarang berkurang menjadi hanya 200 pcs sebulan. Dengan berkurangnya order secara bertahap aku pun mengurangi tenaga kerja. Saat ini tenaga kerjaku hanya tinggal satu orang” ujar Moyong.
Warga Desa Jepang Wetan, Kecamatan Mejobo, itu mengatakan, turunnya jumlah pesanan berbandin lurus dengan omzet yang dia dapat. Menurutnya, sekarang dirinya hanya mampu meraup omzet sekitar Rp 3 juta sebulan. Jumlah tersebut jauh dibanding dengan masa jayanya dulu yang bisa mendapat omzet hingga Rp 10 juta dalam waktu yang sama.
Dia mengungkapkan, dari beberapa hasil kerajinan bambu itu, yang paling membuatnya untung yakni sarangan bambu untuk masak adonan kerupuk. Karena menurutnya barang tersebut selalu rusak setiap empat bulan sekali. Namun kata dia, sekarang pelanggan lebih memilih yang terbuat dari plastik, karena lebih awet.
“Sekarang yang banyak itu pembuatan tepek tempat jemur kerupuk. Beda dengan sarangan yang punya kembaran terbuat dari plastik, tepek tak ada yang terbuat dari palstik,” ungkapnya.
Pria yang dikaruniai empat anak itu mengatakan, sebenarnya para pelangganya tak terlalu banyak menyusut. Namun waktu pemesana yang lebih lama. Untuk menjaga para pelangganya tidak berpaling, dia mengaku menjaga kualitas agar kerajinan yang dia buat tak cepat rusak serta ketepatan waktu pembuatan.
Moyong menambahkan, setiap pesanan 100 tepek diberikan waktu tunggu sekitar 10 hari, meskipun dirinya mengaku sehari mampu membuat 15 tepek. Dia mengungkapkan menjual tepek buatannya tersebut dengan harga Rp 20 ribu per pcs.