SEPUTARKUDUS.COM, KALIPUTU – Di tepi barat Jalan Sosrokartono, Kudus, terlihat rukko bercat kuning. Rinjani Advanturer Shop, nama toko tersebut. Di dalamnya terdapat banyak produk pakaian dan aksesoris khusus pecinta alam. Sementara di dinding toko terdapat foto aksi paralayang yang terbingkai figura. Di foto tersebut tertulis “Sukolilo April 2012”.

Ageng Prabowo (44) adalah pemilik toko tersebut. Kepada Seputarkudus.com, dirinya sudi menjelaskan tentang aksinya yang terabadikan dalam foto tersebut. Olahraga ekstrem itu sudah menjadi hobinya, selain mendaki gunung. Dia juga sudi berbagi pengalaman tentang hobinya pada paralayang. Dia mengaku puas dan mendapatkan sensasi yang luar biasa saat melihat pemandangan yang indah dari ketinggian.
“Saya mendapat sensasi yang berbeda saat paralayang, berbeda dengan mendaki gunung, panjat tebing ataupun arung jeram. Sensasinya luar biasa bisa melihat pemandangan dari ketinggian. Jadi bumi terlihat kecil, dengan pemandangan yang indah,” ungkap pria dua anak itu.
Ageng mengaku mulai ikut paralayang sejak tahun 2012. Awalnya dia mengikuti Komunitas G9 Paralayang Semarang. Setelah satu tahun belajar dari komunitas di Semarang, pada 2013 Ageng dan empat temannya mendirikan komunitas paralayang Kudus (Kompas). Hingga sekarang Kompas belum bertambah anggota, masih beranggotakan lima orang.
Selang beberapa bulan mendirikan Kompas, Ageng diminta untuk mewakili Kudus mengikuti kejuaraan paralayang. Meski belum pernah juara, dia mengaku bangga bisa mewakili Kudus yang sebelumnya selalu absen dalam kejuaraan. Ageng senang bisa terbang di berbagai daerah, di antaranya Lombok, Sumatra, Jawa, dan Bali.
Menurut Ageng, banyak orang yang ingin ikut paralayang, tetapi terkendala modal. Karena untuk membeli alat perlu mengeluarkan uang kurang lebih sekitar Rp 25 juta, itu pun alat bekas. Sedangkan untuk alat baru harganya sekitar Rp 60 juta.
“Sebenarnya banyak yang minat dengang olahraga paralayang, kebanyakan mahasiswa. Tetapi perlu mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membeli alatnya. Harga bekas saja sekitar Rp 25 juta, harga baru sekitar Rp 60 juta. Saya berharap nantinya Kudus ada generasi muda yang bisa menjadi juara dikejuaraan paralayang, jelasnya.
Saat musim kemarau, Ageng dan anggota Kompas mengajari mahasiswa yang berminat untuk belajar paralayang. Meski banyak yang ikut, menurutnya jarang yang mau sungguh-sungguh belajar. Karena olaraga paralayang cukup rumit, untuk tatacara yang benar memang butuh banyak yang harus dipelajari.
Dia menjelaskan, untuk melakukan olahraga paralayang perlu memiliki surat izin mengemudi (SIM). SIM juga disesuaikan jenis paralayangnya, ada pilot (PL) satu, PL dua, PL tiga, sesuai kecepatan alat paralayangnya. Dan untuk instruktur harus memiliki SIM tandem, ijin untuk paralayang yang boleh dua orang.
“Olahraga ini (paralayang) memang sedikit rumit. Untuk ujian SIM juga perlu mempelajari arah mata angin, memprediksi cuaca dengan melihat awan, mengukur kecepatan angina, dan praktik menggunakan alat-alat keselamatan. Meski rumit tapi itu bermanfaat menurut saya,” terangnya.