SEPUTARKUDUS.COM, HADIPOLO – Kemeriahan Tradisi Bulusan di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekiulo, Kabupaten Kudus, telah mulai terasa bahkan sebelum Idul Fitri tahun ini. Kemeriahan tradisi yang selalu digelar pada Lebaran Ketupat itu, terlihat dari banyaknya pedagang yang menjajakan sejumlah barang di tepi jalan menuju lokasi. Satu di antara banyaknya pedagang, yakni Ahmad Aris, warga Mayong Lor, Jepara, yang setiap tahun berjualan di dekat lokasi Tradisi Bulusan digelar.
Pagi itu, Aris bersama istrinya, Zumrotun, tampak membersihkan puluhan celengan dan mainan terbuat dari gerabah di lapak yang ditempatinya. Mereka bersiap menarik perhatian pengunjung yang akan melintasi lapaknya. Tahun ini, dia membuat celengan khusus yang akan dijual di Tradisi Bulusan, celengan bulus.
“Ini (celengan) produk baru yang saya buat khusus untuk Tradisi Bulusan di Hadipolo. Semoga pengunjung yang datang tertarik dan membeli celengan ini,” ujar Aris kepada Seputarkudus.com yang mengaku telah membuka lapaknya sehari setelah Lebaran.
Baca juga: Tradisi Bulusan, Awal Berdirinya Dukuh Sumber di Kabupaten Kudus
Aris mengatakan, dirinya telah berjualan di lapak yang sama selama empat tahun terakhir di Tradisi Bulusan. Dia meneruskan usaha orang tuanya, yang sebelumnya juga berjualan di even tersebut. Selama di sana, dia ditemani istrinya, dan setiap malam pulang ke Mayong. “Lapak kami tinggalkan, tapi di sini ada yang jaga,” katanya.
Dia mengaku memproduksi sendiri celengan-celengan yang di jual di lapak tempat ia berdagang. Harga yang ditawarkan variatif, disesuakan dengan bentuk dan besar kecilnya celengan yang dijual. Untuk celengan dengan bentuk yang kecil, dia jual dengan harga Rp 7 ribu. Sedangkan celengan dengan bentuk yang besar dengan warna-warni cat ada yang dia jual hingga Rp 35 ribu.
Setiap hari omzet penjualan celengan miliknya hanya sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Jumlah tersebut akan meningkat saat Tradisi Bulusan diselenggarakan. Meski begitu, berjualan di Tradisi Bulusan hasilnya tak sebanyak hasil yang didapat saat berdagang di even-even lain.
“Setiap tahun kami juga berjualan di Tradisi Dandangan dan even-even di daerah lain. Hasilnya memang tak sebesar di tempat lain. Maklum, tradisi ini digelar di tempat yang cukup jauh dari perkotaan. Jadi jumlah pengunjungnya juga tak sebanyak di Dandangan yang digelar di tengah kota,” katanya.