BETANEWS.ID, KUDUS – Ratusan masyarakat Dukuh Piji Wetan Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus tumplek blek, meriahkan gelaran kirab budaya Pager Mangkok, Jumat (6/12/2024). Kirab ini menjadi pembuka Festival Pager Mangkok keempat yang diinisiasi Komunitas Kampung Budaya Piji Wetan Kudus.
Kirab Budaya Pager Mangkok yang digelar tersebut bertujuan untuk mengajarkan nilai bersedekah dari Sunan Muria.
Baca Juga: DPRD Kudus Minta BBWS dan Pemkab Mitigasi Tanggul Sungai Wulan yang Kritis
Sekira pukul 14.00 WIB, satu gunungan hasil bumi diarak warga dari Panggung Ngepringan menuju Punden Depok. Diikuti rombongan ibu-ibu yang membawa nasi tomplingan, barisan anak-anak, tokoh agama dan warga setempat sekira pukul 14.00 WIB.
Sesampainya di Punden Depok, rombongan disambut selawat terbang papat, ritual pager mangkok simbol ajaran bersedekah pun dimulai.
Usai ritual inti, masyarakat langsung mengerumuni gunungan dan berebut hasil bumi yang diarak. Setidaknya 1000 nasi tomplingan yang dibungkus daun pisang turut dibagikan ke peserta kirab.
Koordinator kirab, Ulul Azmi mengungkapkan Kirab Pager Mangkok ini sudah digelar empat kali. Kirab ini menjadi pembuka festival pager mangkok untuk mengangkat nilai-nilai falsafah dari Sunan Muria, yakni Tapangeli dan Pager Mangkok.
Uniknya, kata Ulul, kirab pager mangkok selalu disertai datangnya hujan sebelum prosesi acara. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan keberkahan dari gelaran acara tahunan yang berlangsung.
“Festival pager mangkok empat tahun ini selalu hujan, semoga menjadi berkah bagi warga sekitar,” ujar Ulul.
Ulul menjelaskan, pager mangkok diambil dari ajaran Sunan Muria yang berbunyi pagerono omahmu nganggo mangkok (bersedekah), pager mangkok luwih becik tinimbang pager tembok. (Pagarilah rumahmu dengan pagar mangkuk, karena pagar mangkuk, dalam hal ini bersedekah lebih baik daripada pagar tembok).
Kemudian ajaran yang juga ingin disiarkan ke masyarakat ialah falsafah Tapangeli, yang berarti mengarus tetapi tidak terbawa arus. Maksudnya, masyarakat diperbolehkan mengikuti perkembangan zaman asalkan tidak terbawa arus zaman yang negatif dan mempunyai prinsip hidup.
“Dua ajaran ini yang ingin kami aktivasi ke masyarakat dan generasi muda sekarang. Mengingat perkembangan zaman yang saat ini sangat cepat,” jelas pria dengan nama panggung Citul itu.
Dia menambahkan, Festival Pager Mangkok #4 ini mengusung tema “Labora(s)tories”. Lewat tema tersebut, Kampung Budaya Piji Wetan ingin menunjukkan bahwa budaya dan seni dapat menjadi perayaan oleh siapa saja, termasuk generasi muda.
Baca Juga: Jumlah Pasien RSUD Kudus Sepanjang 2024 Melonjak, Ada Apa Ini?
Pihaknya berharap, Festival Pager Mangkok#4 itu dapat menjadi pemantik agar generasi muda tertarik untuk merawat nilai-nilai kebudayaan yang diwariskan oleh Sunan Muria.
“Semoga kegiatan semacam ini tetap tumbuh dan memunculkan generasi-generasi baru yang cinta akan seni dan budaya,” harapnya.
Editor: Haikal Rosyada