BETANEWS.ID, KUDUS – Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Faturochman, menyampaikan pentingnya menjaga kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya di tengah keberagaman. Hal itu ia sampaikan dalam menjadi pemateri kuliah umum yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi UMK Kudus, Rabu (20/11/2024).
Prof. Faturochman mengatakan, meski sering kali perbedaan dianggap sebagai pemicu konflik, kenyataannya masyarakat lebih banyak hidup rukun dibanding berkonflik. Terpenting baginya, suatu masalah atau konflik yang ada tidak perlu dibesar-besarkan dan saling menghargai satu sama lain.
Baca Juga: RSI Sunan Kudus Punya Ruang Rawat Inap Pasien Rasa Hotel Berbintang
“Perbedaan itu tidak selalu membawa permusuhan. Kehidupan kita lebih banyak rukun, hanya saja kita cenderung fokus pada konflik. Oleh sebab itu, perlunya kerukunan dalam kehidupan,” bebernya.
Ia menjelaskan, kerukunan bukan sesuatu yang datang begitu saja, tetapi perlu dijaga dan diperjuangkan. Salah satu cara sederhana adalah dengan memulai interaksi positif, seperti menyapa, bersilaturahmi, berkumpul bersama dan sebagainya.
“Rukun kadang memang harus diperjuangkan. Ketika kita sudah rukun, tugas kita adalah menjaganya. Karena itu sangat penting,” katanya.
Prof. Faturochman juga berbagi hasil penelitiannya tentang pentingnya mengedepankan hal-hal positif dalam membangun kerukunan. Menurutnya, mulai dari menjaga keterhubungan, keselarasan, dan mengelola konflik.
“Fakta negatif itu memang ada, tetapi jangan diperbesar. Sebaliknya, fakta positif, meski hanya satu, itu adalah modal untuk kita hidup rukun,” jelasnya.
Selain itu, dia juga menyebut, tantangan dalam menjaga kerukunan. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah diri sendiri yang mudah tersulut emosi. Sebab seharusnya hal tersebut dapat dipelajari, bahwa Indonesia dibangun dengan perjuangan.
“Indonesia dibangun dengan perjuangan. Mengapa kita ingin merusaknya?” tanyanya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap pengaruh luar yang ingin melemahkan persatuan bangsa. “Ada pihak luar yang mungkin menginginkan kita tidak kuat. Jika kritik mereka untuk kebaikan, kita terima. Tetapi jika hanya untuk keuntungan mereka dan merugikan kita, kita harus lebih hati-hati,” pungkasnya.
Baca Juga: Fakultas Psikologi UMK Bekali Mahasiswa Tentang Kerukunan dan Keberagaman
Dalam konteks pemilu, ia mengimbau masyarakat untuk tidak terjebak dalam konflik yang seharusnya hanya menjadi ranah politik.
“Pemilu itu kontestasi politik. Yang berantem mestinya politikus, masyarakat ngapain ikut-ikutan? Kalau kita mendukung salah satu, anggap saja seperti mendukung timnas, tidak perlu memusuhi yang lain karena mereka juga saudara kita,” tegasnya.
Editor: Haikal Rosyada