Pattimura, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Pramuka dan Jalan Mejobo. Perempatan itu juga menjadi batas
tiga desa dan kelurahan di Kecamatan Kota, yakni Desa Mlati Lor, Kelurahan Mlati Kidul dan
Kelurahan Mlati Norowito.
![]() |
Perempatan Pejagan Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Menurut Budiono Mukhsin (49), perangkat di Kelurahan Mlati Kidul, pada zaman
penjajahan Belanda perempatan itu difungsikan sebagai pos keamanan militer Belanda. Berdasarkan kisah dari kakeknya, kata pejagan diambil dari Bahasa Jawa yang berarti tempat penjagaan.
namanya sudah Perempatan Pejagan. Memang dari cerita beliau (kakek) cukup logis. Secara geografis perempatan itu sangat strategis. Makanya didirikan pos penjagaan militer Belanda,” tutur dia
yang ditemui Seputarkudus.com di Kantor Kelurahan Mlati Kidul, Kecamatan Kota,
Kudus, beberapa waktu lalu.
![]() |
Budiono Mukhsin, Perangkat Kelurahan Mlati Kidul, Kota, Kudus. Foto: Imam Arwindra |
Pos penjagaan tersebut menurutnya sekarang sudah tidak ada.
Di sekitar perempatan tersebut berdiri sebuah masjid bernama Masjid Jami’
Al-Hamid berlantai tiga dengan warna hijau. Juga terdapat Rumah Sakit Aisyiyah
dan beberapa ruko disampingnya.
Menurut cerita yang dia ketahui dari kakeknya, di sekitar Perempatan Pejagan termasuk pusat pemerintahan Belanda. Sekitar dua kilometer ke utara terdapat
Pabrik Gula Rendeng dan daerah di tiga desa Mlati yang dulu merupakan ladang tebu.
“Dulu di depan kantor Kelurahan (Mlati Kidul) ini hutan
tebu. Jalannya masih sempit. Sekarang jalan tersebut sudah direhab empat kali,”
ungkapnya sambil menunjuk ke arah jalan yang dimaksud.
Menurutnya, masyarakat Kudus sangat mengerti tentang perempatan
Pejagan. Perempatan tersebut juga sering digunakan orang untuk patokan
menunjukkan alamat atau arah jalan. “Kalau ditanya alamatnya daerah Pejagan, pasti orang Kudus langsung tahu,” terangnya.