BETANEWS.ID, KUDUS – Mayoritas petani di Kecamatan Undaan, lebih memilih menanam padi varietas ketan dibandingkan padi biasa. Keputusan ini dipicu oleh hasil panen ketan yang dinilai lebih menguntungkan, meski berdampak pada tidak terpenuhinya ketahanan pangan di Kota Kretek.
Sebagai informasi, wilayah Kecamatan Undaan disebut sebagai lumbung pangan di Kudus. Sayangnya, di musim tanam pertama (MT 1), mereka lebih banyak menanam ketan yang tidak termasuk bahan pokok. Padahal, pemerintah pusat saat ini tengah serius untuk swasembada pangan di tahun ini.
Seperti yang terjadi di Desa Undaan Lor. Dengan luasan lahan persawahan yang mencapai 460 hektare, 99 persennya ditanami ketan. Hal itu disampaikan oleh Kepala Desa (Kades) Undaan Lor, Nurul Qomar.
Baca juga: Dispertan Sebut Petani Undaan jadi Penyebab Gagalnya Ketahanan Pangan di Kudus
Menurut Qomar, ada banyak pertimbangan petani Desa Undaan Lor tanam ketan. Pertama, saat MT 1 kontur tanahnya lebih cocok ditanami ketan, kemudian kendala musim hujan yang biasa mengakibatkan tanaman puso menjadi pertimbangan lain.
Sebab, ketinggian ketan dan padi biasa disebutnya lebih tinggi ketan mencapai 65 sentimeter, sementara padi biasa hanya 50 sentimeter. Hal itu memungkinkan tanaman terendam banjir dan mengalami puso di saat musim penghujan di MT 1.
“Karena biasana ketinggian air saat penghujan itu sampai 50 sentimeter. Kemudian, ketan lebih tahan terhadap serangga dan tikus. Meski tanaman dipotongi tikus, ketan bisa tumbuh kembali dan ujungnya petani masih bisa merasakan hasilnya,” tuturnya.
Baca juga: Bulog Beli Gabah Petani Rp6.500 Sekilo, Begini Keluhan Penebas Kudus
Salah satu petani, Nur Said (45) mengaku, memilih menanam ketan karena hasilnya lebih memuaskan. Menurutnya, ketan memberikan hasil panen yang lebih banyak meski saat ini harganya di bawah padi biasa.
“Kalau ketan itu lebih menguntungkan, hasilnya memuaskan. Walaupun perawatannya agak lebih rumit dan waktu panen jauh lebih panjang, tapi menurut saya hasilnya bagus,” jelasnya.
Editor: Ahmad Muhlisin