SEPUTARKUDUS.COM, UMK – Sejumlah alat musik rebana berbagai ukuran digantung di atas panggung di Auditorium Universitas Muria Kudus (UMK), Minggu (30/4/2017) malam. Malam itu, grup Terbang Papat Mushlihul Wildan dengan gitaris asal Kudus Budi Kentos dijadwalkan tampi. Seorang perempuan duduk di baris kedua penonton, saat acara dimulai. Dia adalah Monalisa Anggraini (14), yang mengaku rela pulang larut malam demi pementasan tersebut.

Dalam acara Forum Apresiasi Sastra Dan Budaya Kudus (Fasbuk) bekerjasama dengan HMP SI dan didukung Djarum Foundation Bakti Budaya tersebut, Mona, begitu dirinya akrab disapa, datang karena penasaran dengan Terbang Papat. Dia mengaku sudah sering mendengarkan musik yang dihasilkan dari kulit lembu tersebut. Namun, kali ini dirinya baru pertama kali menyaksikan pertunjukan musik Terbang Papat.
Baca juga: Usai Saksikan Kolaborasi Rebana dan Musik Rock, Ragil Ingin Belajar Musik Terbang Papat
“Kalau musik rebana saya sudah sering dengar. Waktu di Sekolah Dasar (SD) saya pernah ikut ekstra kurikuler rebana di sekolah. Saya juga sudah dikenalkan oleh orang tua musik-musik tradisional sejak TK. Menurut saya musiknya enak, dan lebih sederhana alatnya,” terang warga Dukuh Beru, Desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kudus itu.
Mona datang ke acara Fasbuk karena mendapat informasi dari pelatih teater di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 Gebog, yang juga menjadi ketua Fasbuk. Karena penasaran dengan musik Terbang Papat, akhirnya dia bersama empat teman anggota teaternya menghadiri acara tersebut.
“Saya tidak masalah pulang malam, karena saya penasaran dengan pertunjukan musik Terbang Papat. Yang penting saya sudah izin orang tua, dan orang tua juga mengizinkan untuk kegiatan positif seperti ini,” jelas anggota Teater Essa, SMP 1 Gebog itu.
Qomarul Adib, yang hadir menjadi narasumber diskusi usai pementasan, menjelaskan, Terbang Papat menjadi seni musik yang sangat murah dan sederhana. Karena hanya memerlukan dua jenis alat musik, yakni terbang (rebana) dan jidur. Dia mengajak generasi muda untuk melestarisan warisan kesenian tradisional ini.
Menurutnya, menjaga kesenian tradisional agar tidak tergerus oleh budaya asing menjadi tanggungjawab bersama. “Maka dari itu perlu harmonisasi, menyelaraskan musik tradisional agar bisa diminati generasi muda. Jadi bukan hanya orang tua yang bermain musik tradisional,” ungkap pemerhati seni dan budaya itu.