lantunan selawat yang dibawakan Kiai Kanjeng, Rabu (3/8/2016). Mereka memadati lapangan
Qudsiyyah hingga meluap ke Jalan KHR Asnawi Desa Damaran, Kecamatan Kota,
Kabupaten Kudus. Dalam acara peringatan Satu Abad Qudsiyyah tersebut, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) menyatakan, nada selawat yang diciptakan KHR Asnawi itu mirip lagu Kiai Kanjeng yang diambil
dari Muhammadiyyah.
![]() |
Cak Nun dan Kiai Kanjeng dalam Satu Abad Qudsiyyah Kudus. Foto: Imam Arwindra |
penasaran dengan nada Selawat Asnawiyyah yang katanya Cak Nun mirip dengan lagu “Duh Gusti” yang diambil dari Muhammadiyyah. “Saya penasaran dengan perkataan Cak
Nun yang katanya Selawat Asnawiyyah sama dengan lagu dari Muhammadiyyah. Ini
sudah mulai (Selawat Asnawiyyah di lantunkan),” tutur Fatah dalam acara bertema “Mendaulat
Selawat Asnawiyyah Menjadi Selawat Kebangsaan”.
Asnawiyyah yang dibawakan Kiyai Kanjeng. Dengan vokal utama suara laki-laki dan
backing vokal perempuan, Selawat Asnawiyyah dimankan selama enam menit. “Ini
mungkin masih kurang pas. Saya minta santri-santri Qudsiyyah yang
menyanyikannya,” tutur Cak Nun meminta vokal dari Qudsiyyah.
peserta yang hadir. “Selawat Asnawiyyah sudah, sekarang lagu ‘Duh Gusti’,” ungkap
Cak Nun yang mengundang rasa penasaran.
“Duh Gusti, mugi paringo ing margi kaleresan. Kados
margineng menungso kang manggih kanikmatan. Sanes margining menungso kang
paduko laknati. Eling-eling siro menungso. Uripmu ono ing alam dunyo,” demikian lantun
“Duh Gusti” yang juga divokali oleh Cak Nun.
Asnawiyyah sama. “Tadi di nada awal mirip. Tapi setelah itu berbeda,” ungkap
dia yang datang dari Desa Jurang, Kecamatan Gebog, Kudus.
Cak Nun menjelaskan,
lagu “Duh Gusti” digarapnya bersama Nafi Budianto dari Jogjakarta. Lagu
tersebut diambilnya dari Muhammadiyyah. “Memang suatu ketika (NU dan
Muhammadiyyah) akan bertemu. Entah waktunya singkat atau beratus-ratus tahun,”
ungkap dia yang disambut tepuk tangan penonton.
ini tempat pelaksanaan pengajian terletak di antara SD Muhammadiyyah dan MTs NU
Banat, Qudsiyyah berada di tengahnya. “Ini sungguh tidak di-nyana-nyana. Semoga ini
bisa membawa barokah kepada Qudsiyyah,” tuturnya.
Menjadi Selawat Kebangsaan, menurut Najib, Selawat Asnawiyyah
bukan hanya milik orang Kudus saja melainkan milik masyarakat Indonesia. Dia
menjelaskan, Selawat Asnawiyyah mengandung nilai-nilai kebangsaan yang baik diikuti oleh masyarakat Indonesia. “Makanya kami memilih Cak Nun untuk mendaulat
Selawat Asnawiyyah, karena Cak Nun adalah tokoh yang pas,” tuturnya.
Selain itu, dia mengungkapkan Selawat
Asnawiyyah dibuat KHR Asnawi yang juga sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama
(NU). Menurutnya, saat KHR Asnawi mengajar kitab Hadits Bukhori di Masjid
Menara, sebelum pengajian dimulai selalu membaca Selawat Asnawiyyah. Kemudian dilanjutkan
KH Arwani Amin.
“Sekarang yang melanjutkan KH Sya’roni Ahmadi. Namun belum
diawali Selawat Asnawiyyah. Semoga setelah di launching Cak Nun, sebelum
pengajian akan dibacakan Selawat Asnawiyyah terlebih dahulu,” tuturnya.