BETANEWS.ID, KUDUS – Di bawah terik matahari siang itu, deretan genteng terlihat dijemur rapi di halaman sebuah tempat pembuatan genteng di Desa Papringan, RT 02 RW 03, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus. Para pengrajin sibuk menjemur genteng hasil cetakan, sementara di sudut lain, mesin-mesin pembuatan genteng terus berputar menghasilkan produk baru.
Abdurrahim (49), salah satu pemilik usaha genteng di desa tersebut, tampak sibuk memotong tanah liat yang menjadi bahan baku utama. Dengan cekatan, ia menghidupkan mesin cetak dan mulai mencetak genteng. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, pria yang akrab disapa Rahim itu berbagi cerita tentang perjalanan hidupnya yang telah menggeluti usaha kerajinan genteng selama 35 tahun.
Rahim begitu ia akrab disapa, mengisahkan, bahwa ia mulai menekuni usaha ini sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Berawal dari membantu pekerjaan orang tua dan keterbatasan biaya untuk melanjutkan pendidikan, ia memutuskan untuk melanjutkan usaha keluarga hingga kini.
Baca juga: Produsen Pisau Stainless Legendaris di Kudus, Sudah Ada Sejak 1972
“Awalnya hanya membantu orang tua, tapi lama-kelamaan jadi tekun karena keterbatasan biaya untuk sekolah. Alhamdulillah, sekarang sudah 35 tahun berkecimpung di dunia kerajinan genteng,” ungkap Rahim saat ditemui beberapa waktu lalu.
Dengan bahan dasar tanah liat, Rahim mampu mencetak antara 300 hingga 500 genteng setiap harinya menggunakan mesin khusus yang mempermudah proses produksi. Setelah dicetak, genteng dikeringkan selama tiga hari sebelum masuk ke proses pembakaran yang memakan waktu dua hingga tiga hari.
“Setiap pembakaran bisa menghasilkan 8.000 hingga 11.000 genteng. Untuk mesin, kami menggunakan minyak khusus dan solar agar proses produksi berjalan lancar,” jelas Rahim.
Genteng hasil produksi Rahim biasanya dijual kepada pemasok dengan harga satuan Rp1.500. Namun, pembelian umumnya dilakukan dalam jumlah besar, mulai dari ratusan hingga ribuan genteng. Menurutnya, musim hujan sering kali mendongkrak permintaan, sehingga produksi genteng menjadi lebih sibuk dari biasanya.
Baca juga: Pecinta Burung Masteran Merapat, Harga Mulai Rp10 Ribu
“Musim hujan biasanya permintaan genteng naik. Alhamdulillah, omzet bisa mencapai Rp15 juta untuk satu kali pembakaran,” tambahnya.
Ia juga mengaku, bahwa kualitas produk tetap menjadi kunci keberhasilan. Ia berharap usaha kerajinan genteng di Desa Papringan semakin dikenal masyarakat luas, terutama oleh generasi muda, agar tradisi tersebut terus bertahan.
“Semoga harga bahan baku tetap stabil, dan pengrajin genteng di sini semakin dikenal. Saya berharap anak-anak muda juga mulai melirik usaha ini, karena potensinya masih sangat besar,” tutupnya.
Penulis: Fiska Aditia, Mahasiswa Magang PBSI UMK
Editor: Ahmad Rosyidi