Dengan metode yang interaktif dan menyenangkan, peserta kelas tari dapat belajar gerakan yang anggun sambil mendengarkan kisah-kisah yang terkandung dalam setiap tarian. Bagi Jesy, lebih dari sekadar gerakan, tarian adalah cara untuk menghubungkan generasi muda dengan akar budaya mereka.
“Kami tak hanya ingin mengajarkan mereka menari, tetapi juga memahami makna budaya yang terkandung di dalamnya. Ketika mereka tahu bahwa setiap gerakan tarian punya cerita, mereka pasti jadi lebih menghargainya,” ungkap Jesy saat ditemui di KBPW beberapa waktu lalu.
Baca juga: Lestarikan Punden dan Belik di Muria, Kampung Budaya Piji Wetan Bakal Dirikan Museum Folklor
Dalam waktu dekat, Jesy dan rekan-rekannya di KBPW tengah merencanakan adanya Tari Pager Mangkok. Tari itu diambil dari cerita lokal yang mengandung nilai-nilai kearifan, terutama tentang ajaran Sunan Muria dalam menjaga keharmonisan masyarakat.
“Dalam waktu dekat ini rencananya kami akan membuat Tati Pager Mangkok. Bulan November 2024 ini sudah kami jadwalkan untuk mengkaji gerakan-gerakannya,” beber Jesy.
Ia melanjutkan, bahwa kelas tari telah memberikan dampak yang luar biasa bagi peserta dan masyarakat sekitar. Tak hanya meningkatkan keterampilan motorik anak-anak, kelas itu juga menjadi tempat mereka menumbuhkan kepercayaan diri, belajar kerja sama, dan mengekspresikan diri.