Sejak diresmikan pada tahun 2020, Kampung Budaya Piji Wetan (KBPW) tak pernah sepi dari kegiatan yang meriah dan sarat makna. Kampung kecil yang berada di Desa Lau, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, itu menjadi sebuah oasis budaya yang kini menjadi pusat kegiatan seni dan literasi. Di sana, anak-anak hingga remaja belajar menari, berteater, membaca, dan berdiskusi, bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk melestarikan warisan budaya.
Ahmad Zaeni, atau yang akrab dipanggil Jesy, merupakan Koordinator KBPW sekaligus penggerak utama di balik beragam kegiatan di KBPW. Dengan semangat, Jesy menceritakan visinya untuk menjadikan KBPW sebagai pusat pembelajaran seni, budaya, dan literasi yang terus hidup.
“Setiap Minggu sore, anak-anak berkumpul mengikuti kelas tari tradisional. Kami ingin memastikan tarian-tarian ini tetap hidup di tengah masyarakat,” tutur Jesy sambil tersenyum, saat menemani anak-anak berlatih tari di KBPW, belum lma ini.
Baca juga: Kampung Budaya Piji Wetan Berdiri untuk Revitalisasi Ajaran Sunan Muria
Sekitar 15 anak-anak dan remaja berkumpul di panggung ngepringan, sebuah panggung yang disediakan khusus untuk kegiatan KBPW. Rentang usia mereka bervariasi, mulai dari delapan hingga tujuh belas tahun, dan tidak ada batasan siapa yang boleh ikut.
“Siapa pun yang berminat dan memiliki semangat untuk belajar bisa bergabung di sini,” tutur Jesy.
Dari tarian klasik yang anggun hingga kreasi baru yang terinspirasi kehidupan sehari-hari, Jesy dan tim pengajarnya tak pernah kehabisan ide untuk memperkenalkan anak-anak pada gerak tubuh yang melambangkan keanggunan dan nilai budaya Jawa.