BETANEWS.ID, KUDUS – Rumah Khalwat & Balai Budaya Rejosari (RKBBR) Kudus kembali menggelar agenda rutin tahunan “Ngangsu Banyu”. Sembari turut menyemarakkan peringatan HUT ke-78 Republik Indonesia, gelaran itu akan dihelat mulai Jum’at (18/8/2023) hingga Minggu (20/8/2023).
Ngangsu Banyu bakal diadakan di kompleks RKBBR (Rumah Khalwat & Balai Budaya Rejosari), Dawe, Kudus dan dimulai pada Jumat, pukul 19:00 WIB. Pembukaan bakal dibarengi dengan Ruwat dan Macapatan oleh Paguyuban Sitoresmi, selain itu juga ada berbagai macam pameran.
Baca Juga: Festival Tungguk Tembakau, Tradisi Penanda Musim Panen Tembakau di Senden Boyolali
Hari selanjutnya akan ada Festival Jajan Pasar “Sorpring” yang rencananya akan dibuka oleh Mawar Hartopo di pagi harinya.
“Festival jajanan segaja kita adakan sebagai kampanye jajanan tradisional yang beberapa di antaranya sudah mulai jarang kita jumpai saat ini,” ujar Asa Jatmiko, Koordinator Ngangsu Banyu.
Selain jajanan, ada juga dolanan tradisional dan agenda mewarnai yang ditujukkan kepada anak-anak.
Tak sampai di sana, malam harinya akan ada berbagai macam pentas seni yang akan diisi oleh 10 pengisi acara dari Pati Raya, Semarang dan Kendal yang dimulai pada pukul 19:00.
Hari terakhir atau puncak acara, prosesi Ngangsu Banyu akan dilakukan dengan didahului oleh upacara kebudayaan pada pukul 08:00 WIB.
Apa itu Ngangsu Banyu?
Gelar Budaya “Ngangsu Banyu” menjadi peristiwa introspektif untuk kembali memaknai kehadiran air dalam kehidupan kita sehari-hari. Para warga Rejosari pada jaman dulu, mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari di rumah dengan “ngangsu” (mengambil air) ke sumber-sumber mata air atau sendang yang ada di sekitarnya. Biasanya yang mengambil air atau ngangsu tersebut dilakukan oleh para ibu, sementara bapak-bapak mencari kayu bakar di hutan.
Baca Juga: Sukses Gelar Kirab Kuliner, di Jetak Kembang Kudus Akan Punya Budaya Baru
Demikianlah para warga mengolah kehidupan bersama lingkungannya. Mereka berangkat dari rumah bersama, dan kembali ke rumah bersama. Ibu membawa jun atau kendi, dan suaminya menggotong kayu. Mereka hidup berdampingan dengan alam dan menyadari bahwa antara mereka saling membutuhkan; manusia dan lingkungannya.
Apa yang didapatkan oleh orangtua yang kemudian dibawa ke rumah, kemudian dinikmati bersama oleh seluruh keluarga. Dari sana kemudian kita melihat bagaimana kehidupan rukun dan damai sebuah keluarga tercipta dan dipelihara keutuhannya dari waktu ke waktu, dalam ikatan kasih sayang sebagai satu saudara.
Editor: Haikal Rosyada