BETANEWS.ID, SEMARANG – Duka turut menyelimuti pegiat dan pemerhati sastra, terutama di Kota Semarang. Seniman, sastrawan, sekaligus jurnalis, Handriyo Utomo atau dikenal Handry TM, tutup usia pada Jumat (24/2/2023) malampukul 23.50 WIB.
Handry meninggal dunia di usia 59 tahun dengan kesehatannya yang memburuk. Sebelumnya, Handry menderita gagal ginjal dan diabetes. Jenazah Handry diberangkatkan dari rumah duka, Perumahan Bukit Kencana Jaya, Sabtu siang. Tempat Pemakaman Umum (TPU) Mbapi Semarang Barat, menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.
Sebagai penulis, karya-karya Handry banyak menghiasi media cetak kenamaan, seperti Kompas, Suara Merdeka, maupun Suara Pembaruan. Handry muda, di 1983 juga menulis cerita bersambung, “Denting Hati” di majalah pelajar bulanan MOP. Di tahun berikutnya Handry bergabung di Suara Merdeka sebagai wartawan. Di harian umum yang terbit di Kota Semarang itu, Handry sempat menjabat sebagai redaktur.
Baca juga: Babahe Luncurkan Buku Bapak Pucung Gaul, Macapat Berbahasa Indonesia
Di kancah pengembangan kesenian, Handry pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Kesenian Semarang (Dekase) periode 2017-2021. Namun sayangnya, kesehatan Handry sering tidak stabil saat itu. Namun begitu kiprah Handry di sastra dan kesenian pada umumnya menjadi catatan tersendiri.
Ketua Dekase saat ini, Adhitia Armitrianto merasa kehilangan sosok Handry yang bergelimang karya. Menurut Adhit, Handry menjadi salah satu kiblat sastra modern di Semarang yang bermain dengan gaya bahasa anak muda.
“Dulu bersama beberapa penulis, seperti Mas Budi Maryono lebih banyak menguatkan sastra modern yang menyentuh gaya anak muda,” kenang Adhit.
Serupa yang dikatakan Daniel Hakiki yang dalam masa jabatan Handry, mendampinginya sebagai Sekretaris Dekase. Daniel menceritakan sosok Handry yang berkepribadian baik dan tidak suka berkonflik dengan siapapun.
Daniel berkisah kepiawaian Handry dalam menulis cerita dengan latar anak muda, meski Handry sudah memasuki usia bukan remaja. Daniel juga memberikan catatan karya-karya Handry yang banyak mengangkat kesenian dan kebudayaan di Semarang, seperti karya “Bintang Stambul.”
Bahkan novel “Gang Pinggir” Handry yang bercerita kehidupan di Pecinan Semarang pernah difilmkan, ketika ia aktif di Komite Film di periode Dekase sebelum kepemimpinannya.
“Menurut saya Handry sangat produktif, dan dia menjadi salah satu parameter sastra di Semarang,” kisahnya.
Baca juga: Belajar Sastra dan Seni dengan Asyik di Komunitas Keluarga Berkarya
Karya-karya Handry sendiri tidak hanya harum di Semarang. Salah satu prestasi nasional yang ia torehkan adalah masuk 10 besar Lomba Cerpen Nasional Yayasan Obor di Jakarta, pada 2014.
Sementara prestasi Handry juga tercatat di level internasional, seperti finalis 10 besar Lomba Cerpen Indonesia-Australia, pada 2000. Kelasnya sebagai penulis internasional juga ditunjukkan lewat novel “Kancing yang Terlepas.” Novel yang dalam versi bahasa Inggrisnya berjudul “The Button Undone” ini dipamerkan di The London Book Fair, pada 2019. Karya itu, bersama beberapa karya lainnya lagi, sekaligus menunjukkan hebatnya produktivitas Handry saat kondisi kesehatannya semakin memburuk menjelang akhir usianya.
Selamat jalan Handry TM, karya-karyamu akan abadi.
Editor: Kholistiono