“Tetapi setelah merdeka, fatwa tersebut telah ditarik. Pernah ada yang meminta maaf karena memakai celana, tapi beliau menjawab tidak apa-apa, karena Belanda sudah tidak ada,” jelas Hanafi.
Sementara itu, Muhammad Fatichul Amin (29), cucu KHR Asnawi menambahkan, bahwa awal mula berdirinya Madrasah Qudsiyyah di bawah naungan Masjid Menara. Karena KHR Asnawi mendirikan sekolah dan melanggar peraturan Pemerintah Belanda waktu itu, akhirnya KHR Asnawi ditangkap dan dipenjara.
“Meski KHR Asnawi dipenjara, beliau tetap kukuh mendirikan madrasyah Qudsiyyah. Selama dipenjara KHR Asnawi masih bisa mengajar seperti biasanya, karena beliau punya kemampuan mecah raga. Dan masih bisa menulis ilmu nahwu dengan huruf Pego Jawa, saat itu ditulis selama dipenjara,” kata pria yang akrab disapa Gus Amin itu.
Gus Amin juga menambahkan, setelah diresmikan pada tahun 1919, Madrasah Qudsiyyah semakin berkembang dibawa kepemimpinan KHR Asnawi dengan didampingi KH Kamal Hambali. Setelah itu diteruskan KH Yahya Arif, kemudian KH Ma’ruf Asnawi, dan dilanjutkan KH Sya’roni.
Tim Lipsus 16: Ahmad Rosyidi (Reporter/Host), Rabu Sipan, Kaerul Umam (Reporter/Videografer), Suwoko (News Editor), Andi Sugiarto (Video Editor & Animator), Nauval Rizka Awwalayoga (Ilustrator), Lisa Maina Wulandari (Subtittle)