“Produk ukir juga pernah diikutsertakan pameran di Surabaya. Bahkan ada produk-produk kecil, kalau sekarang disebutnya room decore yang diekspor ke negara lain,” ujar Sutarya kepada Tim Liputan Khusus Beta News, saat ditemui di kediamanannya di Jepara, beberapa waktu lalu.
Menurut Sutarya, RA Kartini memiliki jaringan yang luas di sejumlah negara. Melalui jaringannya tersebut, Kartini mempromosikan karya-karya ukir Jepara. Pada masa RA Kartini itulah, kata Sutarya, Jepara memulai mendapatkan julukan sebagai Kota Ukir.
“Pada masa itu, kartini tidak hanya membawa kesenian ukir Jepara ke kanca nasional, namun juga ke international. Sehingga, pada saat itu, Jepara tidak hanya dikenal sebagai Koata Ukir di tingkat nasional, tapi juga menjadi Kota Ukir in the world,” tuturnya.
Ukir Jepara Tahun 90-an
Dia mengatakan, puncak kejayaan ukir di Jepara saat terjadi krisi moneter (Krismon) di Indonesia. Secara umum, Krismon membuat mayoritas masyarakat kesulitan secara perekonomian dan pekerjaan. Namun berbeda di Jepara, di Kota Ukir malah mengalami kejayaan berkat melemahnya nilaintukar rupiah pada masa itu.
“Tepatnya 1998 itu terjadi krismon secara nasional. Khusus di Jepara terbalik, sebab pada saat itu ekspor furniture harganya Dollar. Yang mulanya kurs 1 Dollar hanya Rp 6 ribu, melonjak naik jadi Rp 11 ribu. Banyak orang Jepara saat itu untung berkali lipat” kata pria yang juga menjadi dosen di Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara itu.