Anak-anaknya yang dianggap punya ketrampilan berbisnis itu, kata Rukardi, yang diserahi perusahaan untuk melanjutkan estafet kepemimpinan perusahaannya. Menurutnya, dari 26 anaknya itu, ada sekitar tujuh hingga 10 yang dipilih mengelola perusahaannya. Namun, menjelang kematian Sang Raja Gula itu, dari tujuh hingga 10 orang tadi hanya dua anaknya saja yang diberikan tugas memimpin Oei Tiong Ham Concern.
“Kedua anak tersebut bernama Oei Tjong Swan dan Oei Tjong Hauw yang diserahi tugas pimpinan perusahaan Kian Gwan dan juga Oei Tiong Ham Concern. Dua orang tersebut yang dianggap paling terampil dalam keluarga itu,” jelas Rukardi.
Dalam perkembangan perusahaan yang dipimpin kedua orang tersebut, lanjut Rukardi, terjadi konflik. Ada perbedaan pandangan dan prinsip dari keduanya dalam menjalankan usaha milik Oei Tiong Ham. Oei Tjong Swan yang merupakan kakak tertua, akhirnya memilih mundur dengan jalur konsesi, yakni ia diberikan haknya.
“Nah setelah konflik itu, perusahaan dipimpin oleh Oei Tjong Hauw. Oei Tjong Hauw ini sempat mempertahankan kejayaan Oei Tiong Ham Concern dan Kian Gwan. Kejayaan itu sampai masa-masa akhir Hindia Belanda. Kemudian, ketika Jepang datang itu mulai kacau, karena Jepang datang sebagai sebuah pemerintahan yang militeristik, yang semuanya sentralistik. Tidak mau ada perusahaan swasta yang besar,” paparnya.
Ia menuturkan, kekacauan yang menyebabkan tidak stabilnya perusahaan dari era Jepang hingga era pra-kemerdekaan itu sekitar kurang lebih tahun 1942 sampai 1949. Menurutnya, pasca-kemerdekaan Oei Tjong Hauw meninggal mendadak pada tahun 1950. Dia mendapatkan serangan jantung. Pada masa-masa itu perusahaan tersebut mulai oleng.
“Nah menariknya adalah pengganti dari Oei Tjong Hauw ini adalah anak bungsu dari Oei Tiong Ham. Bahkan anak ini, ketika Oei Tiong Ham meninggal dia masih dalam kandungan ibunya. Anak ini bernama Oei Tjong Tjay,” kata Rukardi.