
“Sebenarnya saya awalnya hanya menyoroti banjir yang terjadi di wilayah Sukolilo. Awalnya itu. Tapi setelah mendengar ada rencana pendirian pabrik semen, kami bersama dengan teman-teman di Pati memberikan penyadaran kepada warga terhadap dampak kerusakan lingkungan adanya eksploitasi dari pabrik semen,” ujar Husaini.
Dua tahun selanjutnya, organisasi FMPL berubah nama menjadi Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Organisasi yang dibentuk untuk mewadahi para penolak pendirian Semen Gresik di Sukolilo itu, terus bergerak demi gagalnya pendirian pabrik semen plat merah tersebut.
Pada 2009, terjadi peristiwa perusakan enam mobil milik Semen Gresik yang berada di Sukolilo. Tim dari Semen Gresik saat itu datang ke Sukolilo untuk melakukan sosialisasi analisis dampak lingkungan (Ambdal). Sejumlah warga ditangkap karena dituduh melakukan perusakan mobil tersebut.
“Empat tahun setelah peristiwa itu, ada kabar Gubernur Jateng saat itu, Pak Bibit Waluyo direncanakan datang ke Sukolilo. Warga yang mendengar kabar tersebut kemudian melakukan blokade jalan sepanjang beberapa kilometer. Mendengar ada blokade, Gubernur tidak jadi datang,” katanya.
Upaya Semen Gresik untuk membangun Pabriknya di Sukolilo akhirnya pupus, dan Gubernur Jateng mengumumkan bahwa Semen Gresik batal mendirikan pabriknya di Sukolilo. Amdal yang digugat aktivis dan warga di pengadilan, hingga ke Mahkamah Agung, memenangkan warga.
Tak lama warga menghela nafas perlawanan terhadap rencana pendirian pabrik oleh Semen Gresik, muncul perusahaan semen lain untuk mendirikan pabriknya di Pati, kali ini di Kecamatan Kayen dan Tambakromo. Perusahaan nasional tersebut yakni Indocement.
Mantap