SEPUTARKUDUS.COM, PLOSO – Seorang pria renta dengan rambut yang penuh uban tampak duduk di pelataran rumah di Desa Ploso RT 1, RW 4, Kecamatan Jati, Kudus. Sambil duduk dia terlihat memegang pisau untuk meraut bambu. Di sebelahnya tampak beberapa layangan berbagai bentuk. Pria tersebut yakni Parwan (75), serang perajin dan penjual layangan berbagai bentuk.
Di sela aktivitasnya, Parwan sudi berbagi kisah kepada Seputarkudus.com tentang kerajinan layangan yang ia buat. Dia mengungkapkan, menekuni pembuatan layangan beraneka bentuk selama satu dasawarsa. Dia menjadi pembuat layangan karena tak sengaja, karena sebelumnya, ia berjualan kayu bakar dan istrinya membuka warung makan.
“Aku berjualan kayu bakar sudah puluhan tahun, dan pada tahun 2007 aku membuat layangan. Namun bukan layangan pada umumnya, karena aku membuat layangan dengan bentuk vespa. Dan sejak itu banyak tetangga yang minta dibuatkan layangan dengan bentuk yang mereka inginkan,” ujarnya saat di temui beberapa waktu lalu.
Pria yang sudah dikaruniai tiga anak dan empat cucu itu mengatakan, saat itu layangan yang dia buat masih menggunakan bahan plastik. Suatu ketika, ada orang Jakarta yang punya kerabat di Kudus dan pesan layangan dengan bentuk burung, namun bahannya terbuat dari kain dan bisa dilipat. Menurutnya, pesanan itu diseutujuinya dan orang Jakarta itu sangat senang melihat hasilnya.
Sejak saat itu, dia mengaku mulai menyetok layangan dengan aneka bentuk dan mulai buka toko kecil di rumahnya. Selain layangan bentuk burung yang dijualnya dengan harga mulai Rp 30 ribu ukuran paling kecil hingga Rp 60 ribu. Sedangkan untuk bentuk kelelawar dijual Rp 50 ribu. Ada juga bentuk Batman dibaderol Rp 60 ribu, kupu-kupu dan ikan dijual seharga Rp 25 ribu serta Rp 40 ribu.
“Selain layangan dengan aneka bentuk, aku juga membuat layangan biasa berbentuk ikan petek dengan harga Rp 16 ribu per kodi dan aku jual ecer dengan harga Rp 1 ribu per pcs,” ungkapnya sambil menyalakan rokok kretek di tangannya.
Dia kemudian melanjutkan, saat ini layangan hasil karyanya dibeli para pedagang yang berada di Kudus, Jepara, Demak serta Purwodadi. Saat musim kemarau layangan besar dengan berbagai bentuk miliknya sedang laris. Kata dia, pada bulan Juni, Juli dan Agustus dia mampu menjual layangannya dengan aneka bentuk tersebut sekitar 100 pcs per bulan.
“Itu untuk layangan besar dengan berbagai macam bentuk, sedangkan layangan kecil petekan larisnya pada Januari hingga Mei. Saat bulan-bulan tersebut aku mampu menjual sekitar 8 ribu pcs layangan petekan,” jelasnya.
Selain menjual layangan, dia juga menjual benang dengan harga mulai RP 1500 ribu sampai Rp 10 ribu per rol. Sedangkan untuk layangan besar disediakannya kalar khusus yang dijualnya dengan harga Rp 10 ribu per rol.
“Di usia senjaku ini aku bersukur masih bisa berkarya meski hanya membuat layangan. Setidaknya bisa untuk menyambung umur, seperti toko ku ini yang aku beri nama Toko Nyambung Umur dengan harapan bisa menghasilkan agar tidak merepotkan anak-anaku, dan bisa untuk mengisi umur tuaku,” ujarnya.